SULTAN ALAUDDIN
Sultan Alauddin mempunyai nama asli ialah I
Mangakrangi Daeng Manrakbia, dan setelah memeluk agama islam diberi gelar
Sultan Alauddin, dan setelah meninggal dunia bergelar Tummenanga ri Agamana.
Sultan Alauddin adalah putera raja Gowa XII, I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng
Bontolangkasak, dan beribukan I Sambo Daeng Niasseng, saudara kandung Raja
Tallo merangkap mangkubumi Gowa-Tallo bernama I Mallingkaan Daeng Nyonrik
Karaeng Katangka.
I Mangakrangi Daeng Manrabia dilantik menjadi Raja
Gowa XIV ketika baru berusia tujuh tahun.Menurut hukum adat Gowa-Tallo bahwa
selama raja belum dewasa, maka Tumabbicara
Butta atau mangkubumi yang harus menjalankan pemerintahan.Kebetulan yang
menjadi mangkubumi waktu itu ialah pamannya sendiri bernama I Mallingkaang
Daeng Nyonrik, Karaeng Katangka, (kemudian jadi Raja Tallo).
Sejak dibukanya Bandar niaga Somba Opu di abad XV,
agama Islam sudah menyebar yang dibawa oleh orang-orang Melayu dan Arab.Tapi
pada abad XVI Islam mulai berkobar setelah Dato Ri bandang berhasil mempengaruhi
Raja Gowa I Mangakrangi untuk memeluk agama islam. Misi yang dibawa ketiga
muballig dari sumatera Barat itu ternyata tidak sia-sia.
Usaha yang dilakukan Datuk ri Bandang, mula-mula
beliau datang ke Tallo guna mengajarkan
agama Islam kepada rakyat Tallo, Kemudian Datuk ri Bandang berhasil
mengislamkan Raja Tallo yang bernama I Mallingkaang Daeng Nyonri, Karaeng
Katangka pada hari kamis tanggal 9 jumadil awal 1014 H (22 September 1605 M)
dengan nama muslim Sultan Abdullah Awwalul Islam bersama saudaranya. Beberapa
saat kemudian menyusul raja Gowa XIV I mangakrangi Daeng Manrabia dengan nama
muslim Sultan Alauddin. Setelah raja kedua kerajaan kembar tersebut memeluk
agama Islam, Gowa-Tallo kemudian menjadi pusat penyebaran agama Islam untuk
seluruh jazirah Sulawesi Selatan. Gerakan Islamisasi berlangsung dari tahun
1603 sampai dengan tahun 1612 kemudian pada akhirnya segenap kerajaan
Bugis-Makassar telah menerima agama Islam sebagai agama resmi negara.
Sultan Alauddin adalah raja pertama yang melakukan jihad.Selain mengajarkan bagaimana
melaksanakan Ibadah, juga mengajarkan bagaimana berjihad di jalan Allah.Waktu
itu Belanda sudah masuk ke Kerajaan Gowa. Kedatangannya pertama-tama hanya
ingin melakukan perdagangan, tapi selanjutnya ia mengembangkan misi lainnya,
selain menyebarkan Agama Kristen juga berusaha untuk monopoli perdagangan
rempah-rempah dari Maluku.
Setelah memeluk agama Islam, raja Gowa sendiri
memainkan peran ganda. Raja Gowa, Sultan Alauddin, selain bertindak sebagai
hakim agama (yudikatif), ia juga menjadi eksekutif yang menjalankan roda
pemerintahan. Penguasa Gowa mulai terlibat aktif menyebarkan agama Islam yang
diawali dengan momentum deklarasi agama resmi kerajaan Gowa-Tallo yang ditandai
dengan shalat jumat pertama.Sesudah itu, Sultan Alauddin mengirim utusan-utusan
ke sejumlah Kerajaan tetangga untuk mengajak mereka menerima dan menganut Islam
serta menjadikannya sebagai agama resmi kerajaan.
Setelah mendeklarasikan Islam sebagai agama resmi
kerajaan, utusan-utusan Gowa kemudian melakukan muhibah ke sejumlah
kerajaan.Utusan yang berangkat ke kerajaan tetangga pada umumnya mendapat
tanggapan yang baik dari penguasa setempat seperti Sawitto, Balanipa (Mandar),
Bantaeng, dan Selayar.Sebagai pendukung setia kerajaan Gowa, kerajaan-kerajaan etnis
Makassar dan Turatea juga memberi tanggapan baik, khususnya Galesong,
Pattalassang, Bangkala, dan Binamu.Sementara Kerajaan Bone, Soppeng, dan Wajo
mula-mula menolak ajakan Gowa serta membentuk persekutuan bernama Tellung Pocco-E untuk membendung agresi
yang pasti terjadi setelah penolakan yang mereka lakukan.
Penolakan kerajaan Tellung Pocco-E tidak langsung ditanggapi dengan reaktif oleh raja
Gowa.Beberapa waktu lamanya Sultan Alauddin masih terus mencoba jalan damai
dengan mendekati secara kekeluargaan Raja Bone We Tenri Tuppu.Meskipun
demikian, Raja We Tenri Tuppu tetap teguh pada pendirian tidak menerima ajakan
Sultan Alauddin untuk memeluk agama Islam. Penolakan tersebut membuat Gowa
memutuskan untuk menyebarkan agama Islam dengan cara mengobarkan musu` asselengeng atau perang untuk
pengislaman. Untuk tujuan strategis musu`
asselengeng Sultan Alauddin terlebih dahulu melakukan pendudukan pada
kerajaan-kerajaan bagian barat, yaitu Sawitto di Pinrang. Setelah menduduki
Sawitto, pasukan Gowa selanjutnya dengan mudah menguasai kerajaan Suppa dan
mengislamkan kembali Raja Suppa yang sebelumnya sudah memeluk agama kristen.
Ekspansi Gowa terus meluas, dengan menguasai Sidenreng. Pasukan Gowa pada saat
di Sidenreng lalu bertemu dengan pasukan aliansi Tellung Pocco-E, sehingga terjadilah pertempuran dahsyat yang
dikenang dalam sejarah lokal dengan nama perang Ajattapareng. Perang ini pada akhirnya dimenangkan oleh pasukan
persekutuan Tellung Pocco-E, sehingga
memaksa pasukan Gowa kembali ke Somba Opu.
Kegagalan pasukan Gowa menembus brikade persekutuan Tellung Pocco-E tidak mematahkan
semangat Islamisasi Sultan Alauddin. Pada tahun 1608, ia kembali melancarkan
serangan ke sejumlah kerajaan Bugis dengan mendaratkan pasukan di tiga tempat
sekaligus, yaitu Akkotongeng, Maroangin, dan Padaelo. Ekspansi Gowa babak II ke
wilayah Tellung Pocco-E tampaknya
berhasil dengan baik.Beberapa kerajaan kemudian memihak Gowa, menerima dan
menganut agama Islam.
Soppeng sebagai salah satu pilar utam persekutuan Tellung Pocco-E mendapat giliran
diserang oleh Gowa pada tahun 1609.Serangan pasukan Gowa ke Soppeng juga
berhasil dengan baik. Datu Soppeng, Beo-E berhasil diislamkan tepat pada tahun
1609 M. Jejak Datu Soppeng menganut agama Islam diikuti oleh Arung Matoa Wajo,
La Sangkuru Mulajaji dengan nama muslim Sultan Abdurrahman pada tanggal 10 Mei
1610 M.
Dengan takluknya dua pilar utama persekutuan Tellung Pocco-E, yakni Kerajaan Soppeng
dan Wajo, Gowa pada akhirnya hanya tinggal menghadapi satu lawan berat, yakni
Kerajaan Bone.Meskipun demikian, Gowa tidak lantas menyerang sisa kekuatan
persekutuan Bugis tersebut, melainkan tetap menempuh jalan damai dengan
mengirim utusan untuk melakukan pendekatan agar kerajaan Bone mau menerima
agama Islam sebagaimana kerajaan tetangga lainnya.Ajakan Gowa pertama-tama
ditanggapi baik oleh Raja Bone La Tenriruwa yang berkuasa pada waktu itu,
tetapi keputusan beliau sangat ditentang oleh Ade` Pitue (dewan pemangku adat) dan mendapat dukungan
rakyat.Akibatnya, La Tenriruwa diturunkan dari tahtanya dan digantikan oleh La
Tenripale Toakkepeang, Arung Timurung (Raja Bone XII) yang diangkat Ade` Pitue.
Gowa memandang penurunan La Tenriruwa dari tahta
oleh Ade` Pitue sebagai bentuk
penolakan atas ajakan memeluk agama Islam, sekaligus bermakna penentangan.Akibatnya,
Gowa melakukan Ekspansi ke Bone dengan sasaran mengalahkan La Tenripale
Toakkepeang dan memaksanya menerima Islam di Kerajaan Bone. Hasilnya, La
Tenripale Toakkepeang menerima agama Islam pada tanggal 23 November 1611 M.
Dengan penerimaan agama Islam oleh Kerajaan Bone, dapat dikatakan seluruh
wilayah Sulawesi Selatan telah berada dibawah pengaruh dan kendali
penguasa-penguasa muslim, kecuali dibeberapa tempat di pedalaman seperti Toraja
dan Kajang Bulukumba.
Sultan Alauddin dan Sultan Awwalul Islam juga datang
berguru pada Arung Matoa Wajo` bernama La Mungkacek To Uddamang. Selama sebulan
mereka berguru kepada Arung Matoa Wajo` La Mungkacek. Oleh La Mungkacek
diceritakan mimpinya, bahwa ia melihat dirinya dalam mimpi mengunjungi Ka`bah
di Makkah, setelah lebih dahulu dimunculkan dari sumber air Zam-zam. Dilihatnya
dirinya dalam mimpi dinaikkan di atas Ka`bah, dan dilihatnya banyak orang
laki-laki dan perempuan berpakaian putih macuak-cuak
borik (sujud sehingga pantatnya mencuat).Diberitahunya kepadanya bahwa
orang-orang itu sedang bersembahyang, melakukan kewajiban ibadah kepada Dewata Seuae, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Disana juga ia diajarkan nama-nama hari. Diajarkannya juga kepada Raja Tallo /
Mangkubumi Gowa dan Raja Gowa Sultan Alauddin ilmu pertanian yang disebut mappananrang (waktu-waktu baik
menurunkan benih, pantangan-pantangan yang harus ditaati selama padi tumbuh,
tehnik mengerjakan sawah dan siaddararingeng
situlung-tulung atau gotong-royong dan saling menolong dalam mengerjakan
sawah).
Petuah-petuah itulah dihayati dan diamalkan kemudian
oleh Mangkubumi dan Raja Gowa serta menjadi pegangan dalam mengislamkan
orang-orang Sulawesi Selatan dan sekitarnya.
Penghormatan terhadap hak-hak asasi rakyat
Gowa-Tallo untuk memeluk agama mereka masing-masing dibuktikan dengan fakta,
seluruh rakyat barulah memeluk agama Islam setelah dua tahun Raja Gowa Sultan
Alauddin memeluk agama Islam.Mereka memeluk agama Islam tidaklah dipaksa atau
diancam, tetapi setelah mereka menyadari kebenaran agama Islam berkat
penerangan agama yang diberikan secara intensif.
Dengan resminya agama Islam di Gowa-Tallo, maka Raja
Gowa Sultan Alauddin makin kuat kedudukannya sebab beliau juga diakui sebagai
Amirul Mukminin (kepala Agama Islam) dan kekuasaan dan pengaruh Bate Salapang diimbangi oleh Qadhi, yang
menjadi wakil raja untuk urusan keagamaan bahkan oleh orang-orang Makassar,
Bugis dan Mandar yang telah lebih dahulu memeluk agama Islam pada abad XVI
Sultan Alauddin dipandang sebagai pemimpin Islam di Sulawesi Selatan.
Ada suatu tindakan Raja Gowa Sultan Alauddin yang
bertentangan dengan hukum adat antar kerajaan di Sulawesi selatan, yaitu semua
kerajaan yang dikalahkan tidak diwajibkan membayar denda perang yang menurut
hukum adat disebut sebbu kati. Juga
kebiasaan pasukan angkatan perang yang menjarah dan merampas semua harta rakyat
yang dikalahkan dilarang oleh Sultan Alauddin dan Sultan Awwalul Islam
(Mangkubumi Gowa-Tallo). Jadi kedua raja itu tidak segan-segan mengubah hukum
adat dan kebiasaan dahulu yang bertentangan dengan ajaran islam. Raja Gowa dan
Mangkubumi melarang penggunaan kekerasan terhadap orang-orang yang belum
memeluk agama Islam, tetapi harus diyakinkan lebih dahulu betul-betul bersedia
memeluk agama Islam dengan jalan persuasif.
Gowa bermaksud untuk menjadi pemimpin Islam di
Sulawesi Selatan agar dapat menghadapi bangsa Belanda yang mulai berdatangan
hendak memonopoli perdagangan, serta Gowa bermaksud untuk mencegah meluasnya
agama Kristen di Sulawesi Selatan. Sultan Alauddin dan Sultan Awwalul Islam
menghormati hak-hak asasi bangsa asing, termasuk bangsa Eropa.Misalnya beliau
mengizinkan para pendatang dari Semenanjung Melayu, Patani, Sumatera dan Jawa
bermukim di bandar Makassar.
MENGAPA SULTAN ALAUDDIN
DIJADIKAN NAMA JALAN DI MAKASSAR ?
Karena Sultan Alauddin yang pertama kali menerima
dan menyebarkan agama Islam dan mempunyai pengaruh besar dalam proses
penyebaran agama Islam di Sulawesi selatan termasuk penyebaran agama Islam yang
dilakukan dalam persekutuan Tellung
Pocco-E (Bone, Soppeng, Wajo). Serta Sultan Alauddin melakukan ekspansi di
beberapa kerajaan, seperti Kerajaan Sidenreng, Suppa, dan Bulukumba.Sehingga,
Sultan Alauddin diabadikan namanya sebagai Universitas yakni Universitas Islam
Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Sumber :
Abidin, Andi Zainal dan Sudirman
Sabang.1999. Sejarah Sulawesi Selatan.
Ujungpandang: Hasanuddin University Press.
Mahmud,
Irfan. 2012. Datuk ri Tiro Penyiar Islam
di Bulukumba. Yogyakarta: Ombak.
Rizal,
Hannabi, dkk. 2007. Profil Raja &
Pejuang Sulawesi Selatan. Makassar: Pustaka Refleksi.
Thanks bro, artikel ini sangat membantu :)
BalasHapus