Senin, 04 Januari 2016

SULTAN ALAUDDIN

SULTAN ALAUDDIN
Sultan Alauddin mempunyai nama asli ialah I Mangakrangi Daeng Manrakbia, dan setelah memeluk agama islam diberi gelar Sultan Alauddin, dan setelah meninggal dunia bergelar Tummenanga ri Agamana. Sultan Alauddin adalah putera raja Gowa XII, I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasak, dan beribukan I Sambo Daeng Niasseng, saudara kandung Raja Tallo merangkap mangkubumi Gowa-Tallo bernama I Mallingkaan Daeng Nyonrik Karaeng Katangka.
I Mangakrangi Daeng Manrabia dilantik menjadi Raja Gowa XIV ketika baru berusia tujuh tahun.Menurut hukum adat Gowa-Tallo bahwa selama raja belum dewasa, maka Tumabbicara Butta atau mangkubumi yang harus menjalankan pemerintahan.Kebetulan yang menjadi mangkubumi waktu itu ialah pamannya sendiri bernama I Mallingkaang Daeng Nyonrik, Karaeng Katangka, (kemudian jadi Raja Tallo).
Sejak dibukanya Bandar niaga Somba Opu di abad XV, agama Islam sudah menyebar yang dibawa oleh orang-orang Melayu dan Arab.Tapi pada abad XVI Islam mulai berkobar setelah Dato Ri bandang berhasil mempengaruhi Raja Gowa I Mangakrangi untuk memeluk agama islam. Misi yang dibawa ketiga muballig dari sumatera Barat itu ternyata tidak sia-sia.
Usaha yang dilakukan Datuk ri Bandang, mula-mula beliau datang ke Tallo guna  mengajarkan agama Islam kepada rakyat Tallo, Kemudian Datuk ri Bandang berhasil mengislamkan Raja Tallo yang bernama I Mallingkaang Daeng Nyonri, Karaeng Katangka pada hari kamis tanggal 9 jumadil awal 1014 H (22 September 1605 M) dengan nama muslim Sultan Abdullah Awwalul Islam bersama saudaranya. Beberapa saat kemudian menyusul raja Gowa XIV I mangakrangi Daeng Manrabia dengan nama muslim Sultan Alauddin. Setelah raja kedua kerajaan kembar tersebut memeluk agama Islam, Gowa-Tallo kemudian menjadi pusat penyebaran agama Islam untuk seluruh jazirah Sulawesi Selatan. Gerakan Islamisasi berlangsung dari tahun 1603 sampai dengan tahun 1612 kemudian pada akhirnya segenap kerajaan Bugis-Makassar telah menerima agama Islam sebagai agama resmi negara.
Sultan Alauddin adalah raja pertama yang melakukan jihad.Selain mengajarkan bagaimana melaksanakan Ibadah, juga mengajarkan bagaimana berjihad di jalan Allah.Waktu itu Belanda sudah masuk ke Kerajaan Gowa. Kedatangannya pertama-tama hanya ingin melakukan perdagangan, tapi selanjutnya ia mengembangkan misi lainnya, selain menyebarkan Agama Kristen juga berusaha untuk monopoli perdagangan rempah-rempah dari Maluku.
Setelah memeluk agama Islam, raja Gowa sendiri memainkan peran ganda. Raja Gowa, Sultan Alauddin, selain bertindak sebagai hakim agama (yudikatif), ia juga menjadi eksekutif yang menjalankan roda pemerintahan. Penguasa Gowa mulai terlibat aktif menyebarkan agama Islam yang diawali dengan momentum deklarasi agama resmi kerajaan Gowa-Tallo yang ditandai dengan shalat jumat pertama.Sesudah itu, Sultan Alauddin mengirim utusan-utusan ke sejumlah Kerajaan tetangga untuk mengajak mereka menerima dan menganut Islam serta menjadikannya sebagai agama resmi kerajaan.
Setelah mendeklarasikan Islam sebagai agama resmi kerajaan, utusan-utusan Gowa kemudian melakukan muhibah ke sejumlah kerajaan.Utusan yang berangkat ke kerajaan tetangga pada umumnya mendapat tanggapan yang baik dari penguasa setempat seperti Sawitto, Balanipa (Mandar), Bantaeng, dan Selayar.Sebagai pendukung setia kerajaan Gowa, kerajaan-kerajaan etnis Makassar dan Turatea juga memberi tanggapan baik, khususnya Galesong, Pattalassang, Bangkala, dan Binamu.Sementara Kerajaan Bone, Soppeng, dan Wajo mula-mula menolak ajakan Gowa serta membentuk persekutuan bernama Tellung Pocco-E untuk membendung agresi yang pasti terjadi setelah penolakan yang mereka lakukan.
Penolakan kerajaan Tellung Pocco-E tidak langsung ditanggapi dengan reaktif oleh raja Gowa.Beberapa waktu lamanya Sultan Alauddin masih terus mencoba jalan damai dengan mendekati secara kekeluargaan Raja Bone We Tenri Tuppu.Meskipun demikian, Raja We Tenri Tuppu tetap teguh pada pendirian tidak menerima ajakan Sultan Alauddin untuk memeluk agama Islam. Penolakan tersebut membuat Gowa memutuskan untuk menyebarkan agama Islam dengan cara mengobarkan musu` asselengeng atau perang untuk pengislaman. Untuk tujuan strategis musu` asselengeng Sultan Alauddin terlebih dahulu melakukan pendudukan pada kerajaan-kerajaan bagian barat, yaitu Sawitto di Pinrang. Setelah menduduki Sawitto, pasukan Gowa selanjutnya dengan mudah menguasai kerajaan Suppa dan mengislamkan kembali Raja Suppa yang sebelumnya sudah memeluk agama kristen. Ekspansi Gowa terus meluas, dengan menguasai Sidenreng. Pasukan Gowa pada saat di Sidenreng lalu bertemu dengan pasukan aliansi Tellung Pocco-E, sehingga terjadilah pertempuran dahsyat yang dikenang dalam sejarah lokal dengan nama perang Ajattapareng. Perang ini pada akhirnya dimenangkan oleh pasukan persekutuan Tellung Pocco-E, sehingga memaksa pasukan Gowa kembali ke Somba Opu.
Kegagalan pasukan Gowa menembus brikade persekutuan Tellung Pocco-E tidak mematahkan semangat Islamisasi Sultan Alauddin. Pada tahun 1608, ia kembali melancarkan serangan ke sejumlah kerajaan Bugis dengan mendaratkan pasukan di tiga tempat sekaligus, yaitu Akkotongeng, Maroangin, dan Padaelo. Ekspansi Gowa babak II ke wilayah Tellung Pocco-E tampaknya berhasil dengan baik.Beberapa kerajaan kemudian memihak Gowa, menerima dan menganut agama Islam.
Soppeng sebagai salah satu pilar utam persekutuan Tellung Pocco-E mendapat giliran diserang oleh Gowa pada tahun 1609.Serangan pasukan Gowa ke Soppeng juga berhasil dengan baik. Datu Soppeng, Beo-E berhasil diislamkan tepat pada tahun 1609 M. Jejak Datu Soppeng menganut agama Islam diikuti oleh Arung Matoa Wajo, La Sangkuru Mulajaji dengan nama muslim Sultan Abdurrahman pada tanggal 10 Mei 1610 M.
Dengan takluknya dua pilar utama persekutuan Tellung Pocco-E, yakni Kerajaan Soppeng dan Wajo, Gowa pada akhirnya hanya tinggal menghadapi satu lawan berat, yakni Kerajaan Bone.Meskipun demikian, Gowa tidak lantas menyerang sisa kekuatan persekutuan Bugis tersebut, melainkan tetap menempuh jalan damai dengan mengirim utusan untuk melakukan pendekatan agar kerajaan Bone mau menerima agama Islam sebagaimana kerajaan tetangga lainnya.Ajakan Gowa pertama-tama ditanggapi baik oleh Raja Bone La Tenriruwa yang berkuasa pada waktu itu, tetapi keputusan beliau sangat ditentang oleh Ade` Pitue (dewan pemangku adat) dan mendapat dukungan rakyat.Akibatnya, La Tenriruwa diturunkan dari tahtanya dan digantikan oleh La Tenripale Toakkepeang, Arung Timurung (Raja Bone XII) yang diangkat Ade` Pitue.
Gowa memandang penurunan La Tenriruwa dari tahta oleh Ade` Pitue sebagai bentuk penolakan atas ajakan memeluk agama Islam, sekaligus bermakna penentangan.Akibatnya, Gowa melakukan Ekspansi ke Bone dengan sasaran mengalahkan La Tenripale Toakkepeang dan memaksanya menerima Islam di Kerajaan Bone. Hasilnya, La Tenripale Toakkepeang menerima agama Islam pada tanggal 23 November 1611 M. Dengan penerimaan agama Islam oleh Kerajaan Bone, dapat dikatakan seluruh wilayah Sulawesi Selatan telah berada dibawah pengaruh dan kendali penguasa-penguasa muslim, kecuali dibeberapa tempat di pedalaman seperti Toraja dan Kajang Bulukumba.
Sultan Alauddin dan Sultan Awwalul Islam juga datang berguru pada Arung Matoa Wajo` bernama La Mungkacek To Uddamang. Selama sebulan mereka berguru kepada Arung Matoa Wajo` La Mungkacek. Oleh La Mungkacek diceritakan mimpinya, bahwa ia melihat dirinya dalam mimpi mengunjungi Ka`bah di Makkah, setelah lebih dahulu dimunculkan dari sumber air Zam-zam. Dilihatnya dirinya dalam mimpi dinaikkan di atas Ka`bah, dan dilihatnya banyak orang laki-laki dan perempuan berpakaian putih macuak-cuak borik (sujud sehingga pantatnya mencuat).Diberitahunya kepadanya bahwa orang-orang itu sedang bersembahyang, melakukan kewajiban ibadah kepada Dewata Seuae, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Disana juga ia diajarkan nama-nama hari. Diajarkannya juga kepada Raja Tallo / Mangkubumi Gowa dan Raja Gowa Sultan Alauddin ilmu pertanian yang disebut mappananrang (waktu-waktu baik menurunkan benih, pantangan-pantangan yang harus ditaati selama padi tumbuh, tehnik mengerjakan sawah dan siaddararingeng situlung-tulung atau gotong-royong dan saling menolong dalam mengerjakan sawah).
Petuah-petuah itulah dihayati dan diamalkan kemudian oleh Mangkubumi dan Raja Gowa serta menjadi pegangan dalam mengislamkan orang-orang Sulawesi Selatan dan sekitarnya.
Penghormatan terhadap hak-hak asasi rakyat Gowa-Tallo untuk memeluk agama mereka masing-masing dibuktikan dengan fakta, seluruh rakyat barulah memeluk agama Islam setelah dua tahun Raja Gowa Sultan Alauddin memeluk agama Islam.Mereka memeluk agama Islam tidaklah dipaksa atau diancam, tetapi setelah mereka menyadari kebenaran agama Islam berkat penerangan agama yang diberikan secara intensif.
Dengan resminya agama Islam di Gowa-Tallo, maka Raja Gowa Sultan Alauddin makin kuat kedudukannya sebab beliau juga diakui sebagai Amirul Mukminin (kepala Agama Islam) dan kekuasaan dan pengaruh Bate Salapang diimbangi oleh Qadhi, yang menjadi wakil raja untuk urusan keagamaan bahkan oleh orang-orang Makassar, Bugis dan Mandar yang telah lebih dahulu memeluk agama Islam pada abad XVI Sultan Alauddin dipandang sebagai pemimpin Islam di Sulawesi Selatan.
Ada suatu tindakan Raja Gowa Sultan Alauddin yang bertentangan dengan hukum adat antar kerajaan di Sulawesi selatan, yaitu semua kerajaan yang dikalahkan tidak diwajibkan membayar denda perang yang menurut hukum adat disebut sebbu kati. Juga kebiasaan pasukan angkatan perang yang menjarah dan merampas semua harta rakyat yang dikalahkan dilarang oleh Sultan Alauddin dan Sultan Awwalul Islam (Mangkubumi Gowa-Tallo). Jadi kedua raja itu tidak segan-segan mengubah hukum adat dan kebiasaan dahulu yang bertentangan dengan ajaran islam. Raja Gowa dan Mangkubumi melarang penggunaan kekerasan terhadap orang-orang yang belum memeluk agama Islam, tetapi harus diyakinkan lebih dahulu betul-betul bersedia memeluk agama Islam dengan jalan persuasif.
Gowa bermaksud untuk menjadi pemimpin Islam di Sulawesi Selatan agar dapat menghadapi bangsa Belanda yang mulai berdatangan hendak memonopoli perdagangan, serta Gowa bermaksud untuk mencegah meluasnya agama Kristen di Sulawesi Selatan. Sultan Alauddin dan Sultan Awwalul Islam menghormati hak-hak asasi bangsa asing, termasuk bangsa Eropa.Misalnya beliau mengizinkan para pendatang dari Semenanjung Melayu, Patani, Sumatera dan Jawa bermukim di bandar Makassar.

MENGAPA SULTAN ALAUDDIN DIJADIKAN NAMA JALAN DI MAKASSAR ?
Karena Sultan Alauddin yang pertama kali menerima dan menyebarkan agama Islam dan mempunyai pengaruh besar dalam proses penyebaran agama Islam di Sulawesi selatan termasuk penyebaran agama Islam yang dilakukan dalam persekutuan Tellung Pocco-E (Bone, Soppeng, Wajo). Serta Sultan Alauddin melakukan ekspansi di beberapa kerajaan, seperti Kerajaan Sidenreng, Suppa, dan Bulukumba.Sehingga, Sultan Alauddin diabadikan namanya sebagai Universitas yakni Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.



Sumber :
Abidin, Andi Zainal dan Sudirman Sabang.1999. Sejarah Sulawesi Selatan. Ujungpandang: Hasanuddin University Press.
Mahmud, Irfan. 2012. Datuk ri Tiro Penyiar Islam di Bulukumba. Yogyakarta: Ombak.
Rizal, Hannabi, dkk. 2007. Profil Raja & Pejuang Sulawesi Selatan. Makassar: Pustaka Refleksi.



1 komentar: