Senin, 04 Januari 2016

DATUK RIBANDANG

DATUK RIBANDANG

Datuk Ri Bandang merupakan penyebar Islam di wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel), atas jasanya Islam menjadi agama mayoritas rakyat Gowa-Tallo pada awal abad ke 17. Datuk RiBandang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal adalah seorang ulama dari Koto Tengah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam kekerajaan-kerajaan di wilayah timur nusantara, yaitu Kerajaan Luwu, Kerajaan Gowa, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Gantarang (Sulawesi) serta Kerajaan Kutai (Kalimantan) dan Kerajaan Bima (Nusa Tenggara).

Sejak kedatangannya pada penghujung abad ke-16 Datuk Ri Bandang bersama dua orang saudaranya yang juga ulama, yaitu Datuk Patimang yang bernama asli Datuk Sulaiman dengan gelar Khatib Sulung dan Datuk Ri Tiro yang bernama asli Nurdin Ariyani dengan gelar Khatib Bungsu dan seorang temannya, Tuan Tunggang Parangan melaksanakan syiar Islam hingga akhir hayatnya kekerajaan-kerajaan yang ada di timur nusantara pada masa itu (Gowa,Takalar,Jeneponto,danBantaeng). Dakwah Islam Pada awalnya, Datuk Ri Bandang berdakwah di Makassar (KerajaanGowa, Sulawesi), tapi karena situasi masyarakat yang belum memungkinkan dia pergi ke Kutai (KerajaanKutai, Kalimantan), dan melaksanakan syiar Islam bersama temannya, Tuan Tunggang Parangan di kerajaan tersebut. Namun akhirnya dia kembali lagi ke Gowa karena meliha tkondisi yang juga belum kondusif. Temannya, Tuan Tunggang Parangan tetap bertahan di Kutai, dan akhirnya berhasil mengajak Raja Kutai (Raja Mahkota) beserta seluruh petinggi kerajaan masuk islam.

Setelah kembali lagi ke Makassar, Datuk Ri Bandang bersama dua saudaranya Datuk Patimang dan Datuk Ri Tiro menyebarkan agama Islam dengan cara membagi wilayah syiar mereka berdasarkan keahlian yang mereka miliki dan kondisi serta budaya masyarakat Sulawesi Selatan atau Bugis/Makassar ketika itu. Datuk Ri Bandang yang ahli fikih berdakwah di Kerajaan Gowa dan Tallo, sedangkan Datuk Patimang yang ahli tentang tauhid melakukan syiar
Islam di Kerajaan Luwu, sementara Datuk Ri Tiro yang ahli tasawuf di daerah Tirodan Bulukumba.

Pada mulanya Datuk Ri Bandang bersama Datuk Patimang melaksanakan syiar Islam di wilayah Kerajaan Luwu, Hal-hal mistik banyak mewarnai proses awal masuknya Islam di Luwu. Diyakini bahwa Dato Sulaiman dan Dato ri Bandang datang ke Luwu dengan menggunakan kulit kacang. Mereka pertama kali tiba di Luwu tepatnya di desa Lapandoso, kecamatan Bua, kabupaten Luwu. Setelah sampai, Datu Sulaiman lalu dipertemukan dengan Tandipau (Maddikka Bua saat itu). Sebelum menerima agama yang dibawa oleh kedua Datu itu, Tandipau terlebih dahulu menantang Datu Sulaiman. Tantangan itu adalah Tandipau akan menyusun telur sampai beberapa tingkat, apabila Datu Sulaiman mengambil telur yang ada di tengah-tengah tetapi telur itu tidak jatuh atau bergeser sedikitpun, maka Tandipau akan mengakui ajaran agama Islam yang dibawa oleh Datu Sulaiman dan akhirya Datuk Sulaiman berhasil dan Tandipau masuk islam . Tandipau berani disyahadatkan asalkan tidak diketahui oleh Datu’ karena ia takut durhaka bila mendahului Datu. Sebelum  menghadap Raja Luwu, ke dua Dato’ itu terlebih dahulu membangun sebuah masjid di Bua tepatnya di desa Tana Rigella yang dibangun sekitar tahun 1594 Masehi yang merupakan masjid tertua di Sulawei Selatan.

              Setelah membuat masjid di Bua, Dato’ Sulaiman lalu diantar ke Ware’ (Malangke) untuk menemui Datu’ Pattiware’. Setelah terjadi dialog siang dan malam antara Datu’ dengan Dato’ Sulaiman mengenai ajaran agama yang dibawanya, maka Datu’ Pattiware’ pun bersedia di islamkan bersama seisi istana. Pada Waktu itu Pattiware’ sudah memiliki tiga orang anak, yaitu Pattiaraja (12 tahun), Pattipasaung (10 tahun, yang kemudian menjadi Pajung / Datu Luwu ke 16 menggantikan ayahnya) dan Karaeng Baineya (3 tahun), serta adik iparnya Tepu Karaeng (25 tahun). Islam lalu dijadikan sebagai agama kerajaan dan dijadikan pula sebagai sumber hukum. Walaupun sudah dijadikan sebagai agama kerajaann, penduduk yang jauh dari Ware’ dan Bua masih tetap menganut kepercayaan Sawerigading. Mereka mengatakan bahwa ajaran Sawerigading lebih unggul dibanding ajaran agama yang daibawa oleh Dato’ tersebut.



          Setelah berhasil mengislamkan Datu’ Pattiware’, Dato’ ri Bandang atau Khatib Bungsu lalu pergi untuk menyebarkan Islam didaerah lain di Sulawesi Selatan. Sedangkan Dato’ Sulaiman tetap tinggal di Luwu agar bisa mengislamkan seluruh rakyat Luwu karena hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Beliau lalu wafat dan dikuburkan di Malangke, tepatnya di daerah Pattimang, dan ia pun diberi gelar Dato’ Pattimang. sehingga menjadikan kerajaan itu sebagai kerajaan pertama di Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara yang menganut agama Islam. Kerajaan Luwu merupakan kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dengan wilayah yang meliputi Luwu, Luwu Utara, LuwuTimur serta Kota Palopo, TanaToraja, Kolaka (Sulawesi Tenggara) hingga Poso (Sulawesi Tengah).

Datuk Ri Bandang merupakan ulama yang pertama kali memperkenalkan orang Makassar dengan Islam. Pada sejumlah literature di sebutkan, Datuk Ri Bandang, Datuk Patimang dan Datuk Tiro menyebarkan Islam di daerah berbeda di Sulawesi Selatan. Datuk Patimang lebih banyak menyebarkan Islam di daerah Suppa, Soppeng, Wajo dan Luwu, sedangkan Datuk Tiro lebih banyak menyebarkan Islam di selatan Sulawesi meliputi Bantaeng dan Bulukumba. Datuk Patimang wafat  dan dimakamkan di Luwu, sedangkan Datuk Tiro wafat dan dimakamkan di Tiro, Bulukumba. Datuk Ri Bandang disebutkan berperan memperkenalkan ajaran Islam kepada Raja Tallo dan Raja Gowa di awala abad ke 17.

Berkat pengaruhnya, Malingkaan Daeng Manynyonri yang juga Raja Tallo XV bersedia memeluk Islam. Dia merupakan orang pertama di Sulsel yang memeluk Islam melalui pengaruh Datuk Ri bandang. Oleh karena itu pula Kerajaan Tallo sering di sebut-sebut sebagai pintu pertama Islam di daerah ini. Penerimaan Islam secara resmi oleh Raja Talloini terjadi pada malam Jum’at 9 Jumadil Awal 1014 H /atau 22 September 1605 M.

Setelah Raja Tallo memeluk Islam, menyusul Raja Gowa XIV Sultan Alauddin yang mengucapkan dua kalimat syahadat.Setelah proses pengislaman berlangsung di kalangan istana, Raja Gowa kemudian secara resmi mengumumkan bahwa Kerajaan Gowa dan seluruh daerah kekuasaannya resmi beragama Islam. Sejak saat itu pula, Datuk Ri Bandang diberi keleluasaan untuk mengajarkan Islam kepada rakyat Gowa-Tallo. Sebelum masuknya agama Islam di Sulsel, masyarakat masih menganut kepercaya animisme. Setelah memeluk Islam, Sultan Alauddin juga berusaha menyebarkan Islam kekerajaan tetangganya. Kerajaan-kerajaan yang berhasil di islamkan antara lain, Kerajaan Soppeng (1607), Wajo (1610), dan Bone (1611). Sultan Alauddin bahkan masih melanjutkan penyebaran Islam ke Buton, Dompu (Sumbawa), dan Kengkelu (Tambora, Sumbawa).

Setelah Raja Luwu, keluarganya beserta seluruh pejabat istana masuk Islam, Datuk Ri Bandang pergi dari Kerajaan Luwu menuju wilayah lain di Sulawesi Selatan dan kemudian menetap di Makassar sambil melakukan syiar Islam di Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng. Dakwah Islam yang dilaksanakan Datuk Ri Bandang akhirnya juga berhasil mengajak Raja Gowa, I Manga'rangi Daeng Manrabia dan Raja Tallo, I Malingkang Daeng Manyonri beserta rakyatnya masuk Islam. Di kemudian hari sang ulama itu-pun akhirnya wafat dan dimakamkan di wilayah Tallo.

Makam Datuk Ri Bandang dapat dijumpai di Jalan Sinassara, Kelurahan Kaluku bodoa, Kecamatan Tallo, arah utara Kota Makassar. Untuk mengenang jasa besar ulama ini, sebuah yayasan pesantren Islam yang menaungi sekolah dasar (SD) sekolah menengah pertama (SMP) dan Sekolah Menangah Atas (SMA) didirikan di Kecamatan Tallo, Makassar.


DAFTAR PUSTAKA
A.Daliman. 2012.IslamisasidanPerkembanganKerajaan-Kerajaan Islam Indonesia. Makassar: Ombak.
A. PangerangRimbaAlam. 2009. SejarahSingkatKerajaan di Sulawesi Selatan. Makassar :DinasKebudayaandanPariwisataSulsel.

Muhammad Saleh 2006.IslamisasiKerajaanBima 1621-1682. Makassar: UniversitasNegeri Makassar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar