JENDRAL URIP SUMOHARJO
Sekitar
tahun 1890-an di kampong
Sindurejan tinngal seorang Kepala
Sekolah Dasar Belanda . Namanya Soemoharjo. Pada masa itu Kepala Sekolah sering
juga disebut Mantri Guru atau Mantri Besar.Bapak Sumoharjo adalah putri putra
sulung dari Mbah Glondong Rayi, seorang alim yang tinggal di Banyu Urip.Desa
kecil Banyu Urip terletak kurang lebih tujuh kilometer di sebelah selatan
Purworejo.Di sekitar desa itu terdapat sawah yang luas.Istri Bapak Sumoharjo
adalah Purti Raden Tumenggung Wijoyokusumo.Beliau adalah Bupati Trenggalek.Pada
zaman Belanda, tidak semua orang bisa menjadi bupati. Seorang Bupati haruslah
seorang
Bangsawan.Bupati itu sangat di hormati dan ditakuti
oleh masyarakat, baik karena kedudukan maupun karena darah bangsawan yang
mengalir dalam tubuhnya.Jabatan bupati itu biasanya tutun-temurun. Bila seorang
bupati meninggal dunia, ia digantikan oleh anaknya atau oleh anggota keluarga
lain yang terdekat menurut pertalian darah.
Selain mempunyai kedudukan yang terhormat dan
berkuasa di daerahynya, seorang Bupati adalah seorang yang cukup berada.Ia
mendapat gaji dari pemerintah dan selain itu juga mempunyai tanah yang luas
yang dapat digarap untuk penghidupannya.
Bapak Sumoharjo dan istri tinggal di sebuah rumah
batu yang besar.Rumah itu mempunyai pekarangan yang luas.Di pekarangan itu
banyak tumbuh pohon jambu, mangga, sawo, jeruk dan lain-lain.Kedua suami istri
itu hidup dalam keadaan serba kecukupan. Bukankah Bapak Sumoharjo seorang
Mantri guru dan bukankah istrinya putri seoarng bupati?.Dari segi ekonomi tad
ada pula yang perlu mereka risaukan.Gaji Bapak Sumoharjo cukup besar.Lagi pula
beliau adalah putra sulung dan ahli waris dari Mbah Glondong Rayi yang
mempunyai sawah yang luas di Banyu Urip.Tidak dapat diketahui kapan suami istri
itu menikah. Begitu pula, tidak dapat
diketahui nama dari istri Bapak
Sumoharjo. Yang terang ialah, pada tangal 22 Februari 1893 suami istri itu di
karuniai Tuhan seoarang anak laki-laki. Tidak ada sesuatu yang istimewa pada
bayi yang baru dilahirkan itu.Kulitnya hitam dan tubuhnya kecil.Ia sama dengan
kebanyakan bayi laki-laki yang pernah dilahirkan di daerah Bagelen.
Sekurang-kurangnya pada saat itu, orang tidak melihat keistimewaan yang kelak
membedakannya dari bayi-bayi lain yang dilahirkan di daerah yang sama. Sebagai
bayi yang pertama dalam keluarga Bapak Sumoharjo, tentu saja kelahirannya
disambut dengan penuh rasa syukur dan gembira. Betapa tidak . Darah keluarga
itu sudah ada yang akan mewarisi dan meneruskannya. Berita kelahiran itu di
sampaikan ke Banyu Urip dan ke trenggalek.Kedua kakek itu pun gembira
mendengarnya, terlebih-lebih lagi Mbah Glondong Rayi.Rayi itu adalah anak
pertama dari putra sulungnya.Karena itu, baik di Banyu Urip maupun di
Trenggalek diadakan selamatan untuk menyambut kelahiran bayi itu.
Maka mulailah kedua orang kakek itu memikirkan nama
apa yang sebaiknya mereka berikan kepada cucu mereka. Menurut kepercayaan
masyarakat setempat, nama mempunyai pengaruh terhadap seseorang. Nama yang baik
akan menyebabkan kelakuan orang yang memakannya baik pula. Sebaliknya nama yang
buruk, akan menyebabkan orang yang memakainya berkelakuan buruk. Yang paling banyak mencurahkan pikiran untuk
mencari nama itu ialah Mba Glondong
Rayi. Sebagai seorang alim, beliau beranggapan bahwa, nama yang baik adalah
nama yang terdapat dalam Al Qur’an, nama yang berjiwa agama. Tetapi dalam Al
Qur’an terdapat banyak sekali nama yang baik. Mbah Glondong tidak dapat
menentukan mana yang terbaik dan yang cocok untuk cucunya dari sekian banyaknya
nama itu. Lama beliau berpikir, namun tidak berhasil memperoleh sesuatu
keputusan. Sesudah itu beliau berpuasa dan bertirakat memohon petunjuk dari
Tuhan . Mba Glondong mengirimkan berita kepada Bupati Wijojo kusuma tentang
nama yang telah beliau peroleh itu dan sekaligus meminta persetujuan dari
Bupati. Persetujuan itu beliau peroleh. Maka, setelah selesai acara puputan, diberikanlah dengan resmi
nama Muhammad Sidik kepada anak sulung Bapak Sumoharjo. Baik di Purworejo maupundi trenggalek diadakan lagi upacara
dipanjatkan doa kepada Tuhan, meminta agar anak itu kelak dikaruniai umur
panjang, diberi rejeki dan taat beribadat.
Ciri lain dari masyarakat Bagelan ialah leligus.
Sebagian besar penduduk memeluk agama Islam. Di daerah ini, tepatnya di kota
Purworejo, terdapat beduk terbesar di seluruh Indonesia. Garis tengah beduk itu
panjangnya kurang lebih satu setengah meter.
Purworejo adalah sebuah kota kecil tempat kedudukan
bupati. Dari segi militer, dalam Zaman Belanda, kota ini pun merupakan
kedudukan militer. Di kota ini terdapat sebuah perkampungan militer yang
terdiri dari orang-orang Negro. Pada masa ini, kota Purworejo masih juga
memegang peranan dalam militer. Disini terdapat lembaga pendidikan dan Latihan
militer yang disebut Battle Training Center.Dalam lembaga ini di didik dan
dilatih calon tamtama dan bintara untuk seluruh pulau Jawa.Di samping itu
terdapat pula kursus untuk bintara tinggi.Adanya lembaga pendidkan dan latihan
militer itu dimungkinkan, sebab daerah sekitar purworejo berbukit-bukit
sehingga cocok untuk latihan.
Penduduk di sekitar Purworejo umumnya hidup dari
hasil pertanian.Padi merupakan hasil tanaman utama.Tetapi selain itu banyak
pula penduduk yang mengusahakan perkebunan jeruk bahkan durian pun banyak
terdapat.Dari hasil perkebunan jeruk itu ada penduduk yang sempat naik haji dan
mereka oleh penduduk setempat disebut “Haji Jeruk”. Seperti kota-kota lainnya,
kota Purworejo terdiri pula atas bagian-bagian yang secara keseluruhan
membentuk suatu kesatuan di sebut kota. Salah satu bagian dari kota Purworejo
bernama kampung Sindurejan. Kampung itu terletak dibagian barat kota. Di
kampung inilah dilahirkan tokoh yang riwayat hidupnya akan dikisahkan pada
halaman-halaman berikut ini, karena riwayat hidup perjuangannya memang layak
untuk diceritakan.
Dataran tinggi Bagelen yang indah terletak di bagian
Selatan Propinsi Jawa Tengah. Daerah itu merupakan bagian dari daerah Kedu yang
pernah diberi julukan: Taman Kebun Pulau Jawa. Julukan itu diberikan karena di
daerah ini banyak terdapat kebun buah-buahan dan sayur-sayuran. Di daerah
Bagelen Khususnya, dan di daerah Kedu umumnya, hidup dengan subur kisah-kisah
tentang kepahlawanan Pangeran Diponegoro, bangsawan Yogyakarta yang mengangkat
senjata melawan kekuasaan Kolonial Belanda Pada dekade ketiga abad ke-19.
Daerah Bagelan pernah menjadi basis gerilya pasukan Diponegoro.Banyak kerugian
yang dialami Belanda di daerah ini.Kisah-kisah kepahlawanan ini diceritakan
dari mulut ke mulut oleh generasi yang satu kepada generasi berikutnya, oleh
orang tua-tua kepada yang muda-muda.Akibat kisah-kisah lebih dari itu,
kisah-kisah itu mempengaruhi watak dan sifat masyarakat Bagelen.Pada umumnya
orang Bagelan dikenal sebagai orang yang berani.Dari sifat itulah berasal
istilah “Daerah Bagelen”.Dalam jaman Belanda, banyak pemuda-pemuda Bagelen
menjadi anggota tentara Belanda.Tidak mengherankan pula, bila dari daerah ini
berasal beberapa orang tokoh militer, yang dalam sejarah perkembangan Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) Pernah memainkan peranan tertentu dan
utama.
A.
Masa
Bersekolah
Bapak Sumoharjo dan istrinya
berharap, agar Oerip kelak menjadi pegawai negeri atau menjadi bupati
menggantikan kakeknya. Bupati Wijoyokusumo
pun berharap demikian.Mereka sudah membayangkan Oerip dalam pakaian seragam
bupati dan duduk di Kabupaten Trenggalek.Mereka cukup mengetahui, bahwa Oerip
sangat nakal. Tetapi ia masih kanak-kanak, masih kecil. Sifat itu kelak tentu
akan berubah. Semua juga menyadari, bahwa Oerip mempunyai pembawaan untuk
menjadi seorang pemimpin. Sebagai anak-anak, ia telah menjadi pemimpin dari
kawan-kawannya. Tentu kelak bakat itu akan berkembang dengan usianya. Mereka
memastikan, Oerip akan menjadi seorang bupati yang berwibawa. Mba Glondong Rayi
lain pula keingingannya. Orang tua itu, sesuai dengan lingkungan hidupnya,
mengharapkan agar Oerip menjadi seorang alim, seorang taat beragama.Ia akan
merasa bangga bila suatu kelak, dapat melihat Oerip menunaikan ibadah haji ke
Mekah. Kelak akan terbukti, bahwa tidak satu pun dari keinginan itu terkabul.
Oerip tidak pernah menduduki jabatan bupati Trenggalek.Ia tak pernah memakai
seragam bupati yang selalu dibanggakan oleh orang tuanya. Ia pun tidak pernah
sampai di Mekahdan memakai pakaian haji. Malahan kemudian ia menjadi seorang
penganut agama Kristen. Untunglah pada waktu itu Mba Glondong tidak ada lagi,
sudah lama meninggal dunia. Oerip telah
memilih jalan hidupnya sendiri, atau jalan hidup itui sesuatu dengan
jiwanya. Ternyata darah Bagelen lebih banyak berbicara dan menghiasi dirinya.
Mula-mula Oerip bersekolah di
Sekolah Jawa.Murid-murid duduk pada sehelai tikar pada meja-meja kecil yang
rendah.Sebenarnya Bapak Sumoharjo dapat saja memasukkan Oerip ke sekolah yang dipimpinnya.Tetapi
dengan memasukkannya ke Sekolah Jawa, Ia ingin agar kenakalan Oerip dapat agar
berkurang.Sesudah itu barulah Oerip dimasukkan ke Sekolah Dasar Belanda.
Sekolah itu dipilih, supaya ia dapat
lancer berbahasa Belanda, sebab ia diharapkan akan menjadi bupati pada
waktu. Waktu Oerip akan di masukkan ke sekolah itu, timbullah persoalan baru.
Ternyata sekolah untuk anak laki-laki penuh.Tetapi di sekolah anak-anak
perempuan masih ada lowongan. Bapak Sumoharjo sebenarnya bermaksud memasukkan
Oerip tahun berikutnya, sebab ia sekelas dengan anak-anak perempuan. Anjuran
itu diterima oleh Bapak Sumoharjo dan dengan demikian Oerip pun dimasukkan ke
sekolah tersebut.Ia terpaksa duduk di tengah-tengah anak-anak perempuan.
Alangkah canggungnya Oerip dalam keadaan seperti itu.Apa yang diharapkan oleh
orang tuanya, untuk sebagian memang terkabul. Oerip menjadi anak yang tenang,
tetapi hanya selama ia berada di kelas. Pulang Sekolah, Ia tetap Oerip
kembali.Untunglah bersekolah bersama-sama anak-anak perempuan itu hanya
berlangsung selama satu tahun. Pada htahun ajaran baru ia sudah berhasil masuk
ke sekolah anak laki-laki. Berbeda denagn di Sekolah Jawa, di Sekolah Dasar
Belanda ini Oerip betul-betul merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang
murid.Ia harus bangun pagi-pagi, lalu bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.
Pekerjaan itu sangat membosankan baginya. Karena itu kadang-kadang ia berbuat
pura-pura sakit, agar di bolehkan tinggal di rumah. Tetapi ibunya lebih cerdik
dari padanya, dan hamper setiap pagi ibu itu sedia dengan sapu lidi yang siap
untuk di pukulkan ke tubuh Oerip. Dengan gertakan itu, ia berhasil memaksa
Oerip pagi ke Sekolah.Maka dengan rasa enggan berangkatlah Oerip ke Sekolah,
yang baginya merupakan neraka. Ia yang paling terakhir masuk ke kelas. Tetapi
bila lonceng berbunyi tanda pelajaran pelajaran selesai, Ia pulalah yang paling
dulu berlari ke luar kelas.
Pulang sekolah Oerip seringkali
mengeluh dan kelihatan letih.Dengan lemah lembut. Ibunya mencoba membesarkan
semangatnya dan mendorongnya agar rajin belajar, agar ia menjadi orang yang
pandai, sehingga terpakai dalam masyarakat. Kepada Oerip diperlihatkan
barang-barang milik ayahnya yang menunjukkan identitasnya sebagai
pegawai.Kadang-kadang ibu itu menceritakan betapa senangnya menjadi seorang
bupati.Bukankah buoati itu dihormati orang?Dengan sabar dan penuh rasa keibua,
ibu itu berusaha dan selalu menuntun Oerip.Semua cerita itu didengarkan Oerip
hanya sekedar untuk menyenangkan hati ibunya.Ia berbuat seolah-olah tertarik,
tetapi jauh di lubuk hatinya ia menyangkal semuanya. Oerip lebih tertarik
kepada perbuatan yang memperlihatkan keberanian, perbuatan yang dapat
menarikperhatian orang banyak.Alangkah senangnya duduk di punggung kerbau besar
menghalang-halangi lalu lintas di jalan raya.Alangkah enaknya berenang di
bagian sungai yang dalam dan berjuang menghindari pusaran air.Alangkah
senangnya bermain hantu-hantuan di waktu malam sambil menakut-nakuti
orang-orang dewasa yang pulang dari masjid.Apa perlunya memikirkan menjadi bupati.
Di kelas Oerip tidak dapat memusatkan perhatiannya kepada pelajaran. Badannya
secara nyata ada dalam kelas, di tengah-tengah anak-anak yang lain, di depan
gurunya, tetapi pikirannya melayang ke tempat lain. Karena itu ia tidak
termasuk anak yang pandai. Angka-angka rapornya banyak yang merah. Namun ia
masih beruntung dapat naik kelas setiap tahun. Ia mendapat pujian dari orang
tuanya dan dari kakeknya, Bupati Wijoyokusumo, sekalipun mereka sangat cemas
melihat kepandaian Oerip yang tertera dalam rapornya. Mereka mulai bimbang,
akan mampukah Oerip menjadi seorang bupati, Namun perasaan itu tidak mereka
perlihatkan. Mereka masih menggantungkan harapan bahwa suatu masa kelak akan
terjadi suatu perubahan. Dan perubahan itu memang terjadi, tetapi tidak sesuai
denagn apa yang mereka harapkan. Bahkan sebaliknya, perubahan yang terjadi itu
menumbangkan semua harapan mereka.
Sementara itu ibu Oerip mulai
sakit-sakitan.Beberapa orang dokter yang cukup terkenal dan beberapa orang
dukun tidak berhasil menyembuhkan penyakitnya. Dalam masa itu pula Oerip
menempuh ujian Klein Ambtenaars Examen ( ujian pegawai rendah) . Ia mengikuti
ujian itu bersama dengan orang-orang dewasa, malahan ada yang sudah agak lanjut
usianya. Orang-orang itu menempuh ujian untuk memperoleh jabatan yang lebih
tinggi dari pada jurutulis.Oerip lulus.Berita itu sangat menggembirakan hati
ibunya.Di mata wanita itu terbang Oerip dalam seragam bupati. Tetapi akan
sempatkah ia melihat Oerip dalam keadaan seperti yang dibayangkan?. Setelah di
nyatakan lulus dari ujian itu, Oerip pun bersiap-siap untuk memasuki pendidikan
di sekolah nagi pegawai bumi-putra yang ketika itu disebut Opleidingschool Voor
Inlandsche Ambtenaren (OSVIA). Sekolah itu terletak di Magelang.Dengan demikian
untuk pertama kalinya Oerip berpisah dengan orang tua dan adik-adiknya, denagn
kawan-kawan dan dengan segala permainannya.Oerip meninggalkan tempat-tempat
yang banyak menimbulkan kenang-kenangan pada masa kanak-kanaknya.
OSVIA adalah lembaga pendidikan
khusus bagi anak-anak priyayi yang kelak akan dijadikan pegawai pangreh praja.
Murid-murid di didik dalam suasana priyayi.Disiplin yang diterapkan di sekolah
ini sangat ketat.Murid-murid diajar agar mematuhi setiap peraturan.Mereka harus
bisa menempatkan dirinya sebagai seorang calon pegawai. Kelakuan mereka harus
baik, sebab mereka kelak akan menjadi contoh dan teladan. Seorang pegawai
negeri tidak boleh berkelakuan tidak sopan.Banyak peraturan yang harus
dipatuhi.Pakaian pun ditentukan. Orang tua Oerip haruskan mengeluarkan biaya
khusus, misalnya untuk membeli jas hitam yang akan di pakai dalam acara-acara
tertentu. Sebelum berangkat ke Magelang Oerip berlatih melipat ikat kepala.
Lama ia berlatih sebelum bisa memasang ikat kepala dengan cara yang baik. Ia
juga harus berlatih bagaimana cara memasang kain yang memakai wiron di abgian
depannya. Hal ini terasa sangat berat bagi anak yang selama ini biasanya hanya
memakai celana pendek. Di OSVIA, Oerip memperoleh sebuah kamar berukuran tiga
kali empat meter, seperti juga siswa-siswa lainnya. Di dalam kamar itu tersedia
sebuah lemari, sebuah meja kursi, sebuah lampu minyak, sebuah gantungan pakaian
dan sebuah dipan.Kacungnya dari Purworejo ikut serta bersamanya ke Magelang untuk
mengurus cucian, mengabilkan makanan rantang, dan membenahi
kamarnya.Pelajar-pelajar OSVIA tidak memakai sepatu.Semuanya bertelanjang
kaki.Hal itu lazim pada masa itu. Dengan cara demikianlah seorang calon pegawai
di didik, dan mereka harus belajar dengan sungguh-sungguh. Walaupun murid-murid
OSVIA dididik untuk menjadi pegawai pemerintah, tetapi pandangan orang Belanda
terhadap mereka tetap rendah. Mereka disamakan dengan seorang magang kecil pada
sebuah kantor. Mereka tetap dianggap sebagai “Inlander”.Hal itu menyebabkan
timbulnya rasa tidak senang di kalangan murid-murid.Reaksi dari murid-murid
OSVIA adalah, malam hari setelah permohonan ditolak, merka mundar-mandir di
serambi memamaki bakyak.Tentulah saja itu menimbulkan suara yang bising.Guru
yang bertugas jaga yang pada malam itu melaporkan tingkah laku murid-murid
kepada kepala sekolah.Mereka segera diperintahkan kembali ke kamar
masing-masing. Tiga jam kemudian mereka dipanggil untukmenerima hukuman. Murid
yang memberontak itu memperoleh tahanan kamar salama tiga hari dan mendengarkan
pidato dari kepala sekolah, van lokeren, yang sekali lagi menegaskan apa-apa
yang boleh dan apa-apa yang tidak boleh dilakukan oleh para murid.
B.
PENDIDIKAN
MILITER DAN TUGAS-TUGAS DALAM KNIL
Benih-benih
untuk menjadi tentara itu sudah tertanam ketika Oerip masih di Purwerojo.Benih
itu kemudian tumbuh dengan subur ketika dia berada di magelang. Darah bagelen
itu terlihat dalam tingkah laku oerip sewaktu masih kanak-kanak, ketika ia
dengan berani menggiring kawanan kerbau di jalan raya, ketika ia melindungi
meraka dari ancaman anak-anak yang lain, atau ketika ia mengerahkan
kawan-kawannya mengepung perkampungan militer negro.Semula, semuanya itu belum
mempunyai bentuk yang pasti. Orang melihatnya hanya sebagai kebiasaan
anak-anak. Bentuk itu baru diperoleh oerip ketika ia sudah duduk di kelas
terakhir sekolah dasar belanda dan semakin dipertegas di magelang ketika ia
bosan belajar dan mulai berkenalan dengan beberapa anggota militer kota itu.
Waktu masih belajar di sekolah dasar dasar belanda,
oerip menjadi anggota organisasin yang diberi namaTot Ons Plezier (untuk kesenangan kita) disingkat TOP. Organisasi
itu dibentuk oleh Ostreig dibantu oleh sarwi dan Iso.Ostreig adalah anak dari
seorang pensiunan tentara. Pensiunan tentara inilah yang diangkat sebagai pelindung
organisasi dan seringkali ia mengeluarkan biaya ringan utnuk kegiatan
organisasi. Oerip sangat tertarik dengan kegiatan yang dengan demekian ia
mengikutinya dengan sungguh-sungguh dan dengan perhatian yang mendalam,
Kadang-kadang berjam-jam oerip menghabiskan untuk mendengarkan cerita yang
demekian. Di magelang, oerip mempunyai
seorang teman bintara belanda yang memberikan perjaran senam dan main anggar,
dari bintara ini diperolehnya pula cerita-cerita mengenai kehidupan seorang
militer.
Demekianlah, cerita-cerita tentang perang, tentang
kehidupan militer itu semakin lama semakin mempengaruhi jiwa oerip.Ia menemukan
sesuatu yang selama ini di carinya, darah bagelan semakin kuat mengalir dalam
dirinya. Akhirnya bapak sumoharjo menjanjikan sekiranya oerip betul-betul telah
menjadi perwira yang disamakan derajatnya dengan perwira eropa. Sehabis masa
cuti, oerip kembali ke jati Negara satu setengah tahun lamanya ia bertugas di
tempat itu sebagai komandan seksi. Anak buahnya semuanya orang-orang belanda, kulit
mereka putih dan tubuh mereka lebih besar dari tubuh oerip.Pada suatu hari
oerip memimpin pasukannya menuju lapangan tembak di sunter, mereka berjalan
sambil bersiul.Jakarta pada masa itu bukanlah Jakarta masa sekarang, kendaraan
masih sedikit. Rumah-rumah dan jalan-jalanpu masih sedikit daerah sunter termasuk daerah di luar kota.
Berkiprah di dunia militer
sebenarnya bukan cita-cita urip sumorhajo kecil.Beliau ingin menjadi pegawai
pemerintahan sehingga bersekolah di OSVIA, magelang.Namun, saat menjalani
pendidikan, timbul dorongan untuk menjadi tentara.Beliau memutuskan keluar dari
OSVIA kemudian masuk sekolah militer belanda di Jakarta. Pada 1913, ia lulus
dengan nilai terbaik dan menyandang status sebagai perwira teladan.
Urip kemudian berdinas do KNIL
(tentara hindia belanda) dengan pangkat letnan. Banyak putra Indonesia lainnya
yang bergabung di KNIL, termasuk A.H.Nasution, Gatot subroto, dan T.B.
Simatupang.Bekal pendidikan militer ini sangat bermanfaat dalam perjuangan
merebut kemerdekaan.Urip merupakan satu-satunya orang Indonesia yang mencapai
pangkat mayor dalam KNIL.Meski demekian, beliau dengan berani menetang
diskriminasi yang dilakukan belanda.Pada tahun 1942, semua tentara belanda
ditawan jepang, termasuk urip sumorhojo.Setelah dibebaskan jepang, jepang
menawarkan jabatan sebagai komandan polisi, tetapi beliau menolak.Memasuki
zaman kemerdekaan, urip sumorharjo mengusulkan agar pemerintah segera membentuk
tentara.Tentara keamanan rakyat (TKR) di bentuk pada 5 oktober 1945. Urip
kemudian mengumpulkan bekas KNIL lainnya untuk mengeluarkan peryataan tidak
terikat lagi dalam dinas KNIL. Pernyataan itu ditandatangani 13 orang.
Pada 15 oktober 1945, urip
sumorharjo diangkat menjadi kepala staf umum TKR dengan pangkat letnan
jenderal.Sebagai pemimpin tertinggi TKR, beliau berupaya menyempurnakan
organisasi tentara hingga kelak TKR berkembang menjadi tentara nasional
Indonesia (TNI).Pada 1948, urip sumoharjo mengundurkan diri dari jabatan
sebagai kepala staf umum TKR karena tidak setuju dengan perjanjian renville
yang dianggapnya banyak merugikan Indonesia. Namun, ia lalu diangkat sebagai
penasehat militer presiden sukarno. Urip sumaharjo wafat pada 17 November 1948
dan dimakamkan di taman makam pahlawan semaki, Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
ahamdulilah pahlawan
BalasHapusUrip Sumoharjo pahlawan pejuang kemerdekaan
BalasHapus