Senin, 04 Januari 2016

COKROAMINOTO

Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto adalah salah satu pahlawan nasional yang juga dijuluki sebagai De Ongekroonde van Java  atau Raja Jawa tanpa Mahkota oleh pemerintah kolonial Belanda. Beliau lahir di Madiun, Jawa Timur pada tanggal 16 Agustus 1882. Ia merupakan keturunan dari Raden Mas Tjokroamisena, beliau anak ke-2 dari 12 orang bersaudara. Cokroaminoto mempunyai seorang istri bernama Suharsikin dan mempunyai 5 orang anak.
Suaranya mengguntur jika dia berbicara di depan massa pendengar dan penyokongnya. Ia akan muncul sebagai salah seorang yang membawa ide-ide untuk pembebasab bangsanya dari kungkungan penjajahan bangsa lainnya dari Belanda. Ide-idenya itu pun merambat keseantera kepulauan yang didiami oleh bangsanya, dari Sabang sampai Merauke. Ia disanjung oleh para pengikutnya sebagai seorang pembela mereka, tetapi juga akan dicaci oleh lawan-lawan nya dengan kata-kata pedas yang dapat memerahkan kuping. Namun, baik mereka yang menyangjung maupun mereka yang mencaci, tetapi mengakui dia sebagai salah seorang pemimpin yang memiliki keberanian yang pantas untuk dihormati.
Para penulis sejarah   bangsa mencatat namanya dengan tinta emas, karena itu namanya tidak akan pernah hilang untuk dikenang, bahkan untuk menghormati jasa-jasanya ia telah mendapat penghargaan sebagai salah seorang pahlawan Nasional. Penghargaan itu sangat besar bagi proses sejarah bangsanya. Sebagian besar dari usianya telah digunakan untuk memperjuangkan kebebasan bangsanya dari penjajahan bangsa lain yang telah berlangsung ratusan tahun.
Raden Mas Cokroaminoto memulai jenjang pendidikannya di OSVIA ( Opleiding School Voor Inlandsche Amblenaren ) Magelang. Cokroaminoto terkenal  karena kebandelannya. Watak kepemimpinan beliau telah nampak ketika itu, dia disegani oleh rekannya karena dia adalah anak dari seorang wedana.
Orang yang menduduki jabatan yang cukup tinggi dan terpandang tentulah disegani, tetapi Cokroaminoto tidak menghendaki pandangan yang demikian, karena sejak kecil ia telah memiliki kepercayaan diri dan tidak senang bersandar kepada wibawa orang lain, sekalipun itu ayahnya.
Karena kecerdasaan otaknya, pada usia 20 tahun ia berhasil menyelesaikan pelajarannya pada sekolah OSVIA di Magelang. Sekolah ini adalah tempat anak-anak bumi putra di didik untuk menjadi pegawai pamongpraja. Tampaknya beliau bisa memenuhi harapan orang tuannya untuk menduduki jabatan-jabatan tinggi dibidang pemerintahan, sebagai pamongpraja.
Setamat dari OSVIA dia diangkat sebagai juru tulis patih Ngawi, namun ia hanya bekerja disana selama kurang lebih 3 tahun. Pada tahun 1905, ia pindah ke Surabaya dan bekerja pada sebuah perusahaan Belanda yang bernama Firma Cooy dan Co, karena ketertarikannya pada dunia jurnalistik, pada tahun 1907-1910 ia aktif sebagai wartawan, ia mendirikan surat kabar utusan Hindia, Fajar Asia, dan majalah Al Jihad.
Awal bulan Mei 1912, Cokroaminoto dikunjungi oleh anggota Sarekat Dagang Islam, dan melakukan beberapa perbincangan. Diantara perbincangan mereka berhasil “menggugah” Cokroaminoto untuk menerjunkan diri kedalam sarekat yang sedang mereka bina itu. Kepercayaan penuh pun diperoleh oleh Cokroaminoto, pada tanggal 10 September 1912, Serikat Dagang Islam ( SDI ) merubah menjadi partai politik Serikat Islam ( SI ). Cokroaminoto pun diangkat menjadi ketua partai politik baru tersebut. Kongres yang pertama diadakan pada tanggal 26 Januari 1913 di Surabaya, kongres kedua diadakan pada bulan Maret 1913, dan kongres ketiga berlangsung pada 17-24 Juni 1916 di Bandung.
Pada 1915, Cokroaminoto menjadi ketua Central SI di daerah-daerah. Sejak saat itu, ia terus berjuang mengukuhkan eksistensi SI. Beliau tampaknya bercita-cita agar bangsa Indonesia kelak memiliki pemerintahan sendiri dan terbebas dari belenggu kolonialisme penjajah. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, ia mengharapkan bisa melahirkan perundang-undangan, gagasannya itu dilontarkan ditengah-tengah kongres Nasional. Dan  Cokroaminoto juga menjadi anggota Volksraad mewakili Partai Serikat Islam pada tahun 1918. Cokroaminoto dipercaya untuk memangku jabatan ketua setelah sebelumnya menjabat sebagai komisaris SI. Di bawah kepemimpinannya, SI mengalami kemajuan pesat dan berkembang menjadi partai massa sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.
Namun sebelum menyaksikan bangsanya memproklamirkan kemerdekaannya, Cokroaminoto menutup usianya diumur 52 tahun pada tanggal 16 Desember 1934 di Surabaya dan ia berhasil mewariskan gagasan-gagasan besarnya kepada generasi muda setelahnya seperti Soekarno, Semaun, Musso, Alimin, Darsono, dan S.M. Kartosuwiryo.
Salah satu trilogi darinya yang termasyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan.
Untuk menghargai jasa-jasa beliau sebagai guru bangsa dan pahlawan, namanya diabadikan pada salah satu nama jalan di Makassar.



DAFTAR PUSTAKA
Gonggong, Anhar. (1985). Hos Tjokroaminoto. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pamungkas, Danto. (2014). Kamus Sejarah Lengkap. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo
Prasetya, Johan. (2014). Pahlawan-Pahlawan Bangsa Yang Terlupakan. Yogyakarta: Saufa

Swara, Puspa Tim. (2013). Pahlawan Indonesia. Jakarta: Puspa Swara

1 komentar:

  1. cokro dalam perspektif tafsir http://jurnal.stainponorogo.ac.id/index.php/tahrir/article/view/590

    BalasHapus