Raden Mas Haji Oemar Said Tjokroaminoto adalah salah
satu pahlawan nasional yang juga dijuluki sebagai De Ongekroonde van Java atau Raja Jawa tanpa Mahkota oleh pemerintah
kolonial Belanda. Beliau lahir di Madiun, Jawa Timur pada tanggal 16 Agustus
1882. Ia merupakan keturunan dari Raden Mas Tjokroamisena, beliau anak ke-2
dari 12 orang bersaudara. Cokroaminoto mempunyai seorang istri bernama
Suharsikin dan mempunyai 5 orang anak.
Suaranya mengguntur jika dia berbicara di depan
massa pendengar dan penyokongnya. Ia akan muncul sebagai salah seorang yang
membawa ide-ide untuk pembebasab bangsanya dari kungkungan penjajahan bangsa
lainnya dari Belanda. Ide-idenya itu pun merambat keseantera kepulauan yang
didiami oleh bangsanya, dari Sabang sampai Merauke. Ia disanjung oleh para
pengikutnya sebagai seorang pembela mereka, tetapi juga akan dicaci oleh
lawan-lawan nya dengan kata-kata pedas yang dapat memerahkan kuping. Namun,
baik mereka yang menyangjung maupun mereka yang mencaci, tetapi mengakui dia sebagai
salah seorang pemimpin yang memiliki keberanian yang pantas untuk dihormati.
Para penulis sejarah bangsa mencatat namanya dengan tinta emas,
karena itu namanya tidak akan pernah hilang untuk dikenang, bahkan untuk
menghormati jasa-jasanya ia telah mendapat penghargaan sebagai salah seorang
pahlawan Nasional. Penghargaan itu sangat besar bagi proses sejarah bangsanya.
Sebagian besar dari usianya telah digunakan untuk memperjuangkan kebebasan
bangsanya dari penjajahan bangsa lain yang telah berlangsung ratusan tahun.
Raden Mas Cokroaminoto memulai jenjang pendidikannya
di OSVIA ( Opleiding School Voor Inlandsche Amblenaren ) Magelang. Cokroaminoto
terkenal karena kebandelannya. Watak kepemimpinan
beliau telah nampak ketika itu, dia disegani oleh rekannya karena dia adalah
anak dari seorang wedana.
Orang yang menduduki jabatan yang cukup tinggi dan
terpandang tentulah disegani, tetapi Cokroaminoto tidak menghendaki pandangan
yang demikian, karena sejak kecil ia telah memiliki kepercayaan diri dan tidak
senang bersandar kepada wibawa orang lain, sekalipun itu ayahnya.
Karena kecerdasaan otaknya, pada usia 20 tahun ia
berhasil menyelesaikan pelajarannya pada sekolah OSVIA di Magelang. Sekolah ini
adalah tempat anak-anak bumi putra di didik untuk menjadi pegawai pamongpraja.
Tampaknya beliau bisa memenuhi harapan orang tuannya untuk menduduki
jabatan-jabatan tinggi dibidang pemerintahan, sebagai pamongpraja.
Setamat dari OSVIA dia diangkat sebagai juru tulis
patih Ngawi, namun ia hanya bekerja disana selama kurang lebih 3 tahun. Pada
tahun 1905, ia pindah ke Surabaya dan bekerja pada sebuah perusahaan Belanda
yang bernama Firma Cooy dan Co, karena ketertarikannya pada dunia jurnalistik,
pada tahun 1907-1910 ia aktif sebagai wartawan, ia mendirikan surat kabar
utusan Hindia, Fajar Asia, dan majalah Al Jihad.
Awal bulan Mei 1912, Cokroaminoto dikunjungi oleh
anggota Sarekat Dagang Islam, dan melakukan beberapa perbincangan. Diantara
perbincangan mereka berhasil “menggugah” Cokroaminoto untuk menerjunkan diri
kedalam sarekat yang sedang mereka bina itu. Kepercayaan penuh pun diperoleh
oleh Cokroaminoto, pada tanggal 10 September 1912, Serikat Dagang Islam ( SDI )
merubah menjadi partai politik Serikat Islam ( SI ). Cokroaminoto pun diangkat
menjadi ketua partai politik baru tersebut. Kongres yang pertama diadakan pada
tanggal 26 Januari 1913 di Surabaya, kongres kedua diadakan pada bulan Maret
1913, dan kongres ketiga berlangsung pada 17-24 Juni 1916 di Bandung.
Pada 1915,
Cokroaminoto menjadi ketua Central SI di daerah-daerah. Sejak saat itu, ia
terus berjuang mengukuhkan eksistensi SI. Beliau tampaknya bercita-cita agar
bangsa Indonesia kelak memiliki pemerintahan sendiri dan terbebas dari belenggu
kolonialisme penjajah. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, ia mengharapkan bisa
melahirkan perundang-undangan, gagasannya itu dilontarkan ditengah-tengah
kongres Nasional. Dan Cokroaminoto juga
menjadi anggota Volksraad mewakili Partai Serikat Islam pada tahun 1918. Cokroaminoto dipercaya untuk
memangku jabatan ketua setelah sebelumnya menjabat sebagai komisaris SI. Di
bawah kepemimpinannya, SI mengalami kemajuan pesat dan berkembang menjadi
partai massa sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.
Namun sebelum menyaksikan bangsanya memproklamirkan
kemerdekaannya, Cokroaminoto menutup usianya diumur 52 tahun pada tanggal 16
Desember 1934 di Surabaya dan ia berhasil mewariskan gagasan-gagasan besarnya
kepada generasi muda setelahnya seperti Soekarno, Semaun, Musso, Alimin,
Darsono, dan S.M. Kartosuwiryo.
Salah satu trilogi darinya yang termasyhur adalah Setinggi-tinggi
ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan
suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada
seorang pejuang kemerdekaan.
Untuk menghargai jasa-jasa beliau sebagai guru
bangsa dan pahlawan, namanya diabadikan pada salah satu nama jalan di Makassar.
DAFTAR
PUSTAKA
Gonggong,
Anhar. (1985). Hos Tjokroaminoto.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pamungkas,
Danto. (2014). Kamus Sejarah Lengkap. Yogyakarta:
Mata Padi Pressindo
Prasetya,
Johan. (2014). Pahlawan-Pahlawan Bangsa
Yang Terlupakan. Yogyakarta: Saufa
Swara,
Puspa Tim. (2013). Pahlawan Indonesia.
Jakarta: Puspa Swara
cokro dalam perspektif tafsir http://jurnal.stainponorogo.ac.id/index.php/tahrir/article/view/590
BalasHapus