LA SINRANG
Pada zaman penjajahan belanda , yakni 1856, telah
lahir seorang putera yang bernama lasinrang di dolangan salah satu daerah di bawah kerajaan
sawitto. Dolangan
merupakan salah satu desa
di kecematan mattiro bulu kabupaten pinrang. Ayah lasinrang bernama La tamma. Sedangkan ibunya bernama I rahima. Sejak lahir La sinrang telah
memiliki keistimewaan , yakni dadanya di tumbuhi bulu-bulu yang arahnya
berlawanan keatas ( bulu sussang), yang menurut kepercayaan orang tua dahulu
suatu bertanda bahwa anak tersebut mempunyai ciri-ciri tabiat pemberani dan
suka membela kebenaran jika kelak sudah dewasa. Sejak masih kanak-kanak lasinrang sudah di berikan pendidikan moral dan
etika oleh orang tuannya. Yang
dilandasi dengan siri
dan pesse, yang merupakan konsep kebudayaan masyarakat bugis Makassar yang
selalu menjadi penekanan dan pembinaan
La
Sinrang. Hal yang tidak kurang
menariknya untuk di sajikan disini adalah pengalaman masa kecil La Sinrang yang gemar pada
permainan rakyat, seperti mallogo, maggasing, massaung manu, dan lain- lain. Namun kegemaran utama La Sinrang yang berlanjut
hingga dewasa adalah massaung manu( menyabung ayam). Kegemaran La Sinrang ini selalu
menjodohkan manu bakka yaitu ayam yang
buluhnya berwarna putih berbatik-batik merah pada bagian dada melingkar sampai
ke belakang. Ayam tersebut jarang dimiliki oleh orang lain, sehingga kegemaran
menyabung ayam dengan menjagokan manu bakka terkenal keluar daerah. Itu
pulahlah sebabnya la sinrang mendapat julukan bakka lolona sawitto, yang
berarti pemuda pemberani dari sawitto, dan gelaran ini semakin popular ketika La Sinrang memimpin
perlawanan terhadap colonial belanda.
setelah
memasuki usia remaja/dewasa, salah satu kegemaran La Sinrang adalah kesenian tradisional
“pajoge” yaitu salah satu jenis tari-tarian dari daerah bone. Itulah sebabnya pada
saat pajoge dari pammana (wajo) mengadakan pertunjukan di sawitto. Maka La
Sinrang semakin tertarik
dengan jenis tearian tersebut. Oleh karena itu maka lasinrang pergi ke pammana
dan tinggal disana. Setelah tinggal di
pammana La Sinrang kembali ke sawitto, . Pada saat itu
beliau telah memiliki dua orang putra masing-masing La Koro dan La Mappangaro dari perkawinanya dengan Indo Jamarro dan Indo
Intan. Sesampainya di sawitto
La Sinrang memulai
rencananya dengan menaklutkan
perang dengan kerajaaan di sekitarnya seperti suppa, alitta, binanga karraeng,
rubai, madalle, cempa, jampue dan
kerajaan kecil di sawitto. Tetapi ternyata kerajaan tersebut tidak bersedia
berperan. Sehingga kerajaan tersebut tidak takluk di bawah kekuasaan
kerajaan sawitto di bawah pemerintahan adattung La Tamma. oLeh
karena La Sinrang berada disawitto
semakin menjadi nakal, maka addatuang sawitto megasinkanya ke
bone akan tetapi setahun tinggal dibone,
La Sinrang terpaksa
menyinkir ke wajo karena membunuh salah seorang isi istana di bone, yaitu Pakkalawing epu’na arung
bone. Selama di wajo ia mendapatkan didikan dari La Jalanti
putra arung matoa wajo yaitu la koro arung padali yang bergelar watara wajo.
Sedankang kedudukan La
Jalanti pada waktu itu
adalah menjadi komandan pasukan wajo di tempe dengan pankat jendral.
Dalam
perkembaganya kemudian ketika seragan belanda terhadap kerajaan sawitto tahun
1903 semkin menhebat maka La
Sinrang di panggil pulang ayahnya dan
selanjutnya di angkat menjadi panlima di kerajaan sawitto. Dalam perlawanannya La sinrang menggunakan beberapa
sistem perlawanan yaitu sistem penggalangan massa, sisem gerilya, dan kerjama
sama dengan raja-raja. Ketiga sytem ini digunakan La Sinrang untuk melawan
tentara belanda,System pengalangan massa dengan
cara pembentukan pasukan yang di beri nama “ passiuno lappung” yaitu berupa
pasukan berani mati tak kenal menyerah dan mundur walaupun setapak. La sinrang dalam peperaganya mengunakan
taktik perang gerilya yaitu menyerang
di saat musuh sedang lenggah atau istirahat dan mundur di saat musuh menyerang. Dalam melaksanakan
perang gerilya terhadap pasukan belanda, lasinrang mengadakan taktik
berpindah-pindah tempat dan setiap tempat yang di datangi segera menyusun
kekuatan baru di tempat tersebut. Taktik yang demikian tersebut cukup
memusinkang pihak belanda sehingga tidak dapat memusatkan segala kekuatanya untuk menghadapi seragan-seragan La Sinrang yang di lakukan
secara tiba-tiba kemudian menhilang lagi. System kerja sama dengan raja-raja di
sulewesi selatan usaha bersama menyusun strategi untuk mengusir belanda dari
tanah air. Sebagaimana kita ketahui bahwa raja di sulewesi tidak ada senang pada belanda. Dapat di kemukakan di
sini bahwa pada tahun 1905 raja goa Sultan Husain bersama putranya I Panguriseng Arung Alitta dan I Mappanyukki Datu Suppa
serta Mangimangi Karaeng Bontonompo,bersama
dengan dengan pasukanya melanjutkan perjuanganya di Sawitto dengan jalan
bekerjasama dengan Addatuang Sawitto (LATAMMA) bersama dengan panglima perang kerajaan
sawitto lasinrang untuk menhadapi belanda.
maka di bidang pertahanan juga di bentuk sekitarnya seperti: alitta, suppa
tiroang, talabangi, lepangan tassa, langga, jampue dll dengan bekerja sama
dengan para bangsawan
yang ada di sekitar kerajaan sawitto. Perlawan rakyat sawitto yang dipimpin
lasinrang berhasil mengoyahkan sendi-sendi
pemerintahan india belanda di sulewesi selatan.
Konsep hidup La Sinrang dalam melawan belanda, bahwa
belio adalah seorang pemimpin (panlima perang) yang berjiwa nasionalis,
ptriotik sejati orang yang taat pada agamanya yaitu islam.
Untuk
mendapatkan bukti sehubungan dengan argument tersebut di atas dapat di lihat
bagaimana lasinrang melawan belanda pada tahun 1905 di kerajaan bone yang
rajanya pada waktu itu adalah LA PAWAWOI
KARAENG SIGERI dengan bunyinya sebagai berikut:
Walaupun aku terdampar di luar bumi sekalipun, asalkan
tak goya juga keyakinanku pada kitab yang di bawah nabiku, karena itu adalah
pendirianku, biar tubuhku menhadap atau tertawan tetapi pantang bersua dengan
komponi. Sikap raja bone itu, menjadi sikap
raja-raja di sulewesi selatan, termasuk semboyang yang di pedomani dan menjadi
prinsip hiddup di pegan oleh la sinrang yang mengandung nilai jihat.
Semboyang
lain dari la sinrang yaitu:
PAJJAGURU MALLEMALLEBU ARRO WELLEBA, DARA TEA MITTI,
OLLI TEA TILLALA, BUKU TEA POLA UPE TEA PETTU.
Artinya:
tinju bundar, dada lebar, darah tidak menetes, kulit tidak mau terkelupas,
tulat tidak mau patah, dan urat tidak mau putus. Maksud dari semboyang tersebut
menunyukan suatu sikap keberanian dan pantang menyerah oleh La Sinrang dalam
menghadapi musuh dalam hal ini pemerintah penjajahan belanda.
Kemudian
cukup menarik untuk dikemukakan adalah pertuah/pesan La Sinrang terhadap sanak
kerabatnya bahwa: “ aja muampe anu mamata” artinya jagan memakan makanan mentah.
Bila kita menyimak dan mengkaji dengan seksama makna dari petuah/pesan La
Sinrang tersebut di atas, jika di hunungkan dengan ajaran islam, maka
mengandung makna “ bahwa melarang melakukan perbuatan yang haram ( berzina)”
atau dengan kata lain melarang mendekati wanita sebelum menikah/sebelum menjadi
suami-istri
Usaha-usaha yang dilakukan oleh tentara belanda untuk menanamkan
kekuasaanya di daerah sulawesi selatan telah di tempuh berbagai cara, sampai
kepada cara yang paling tidak manusiawi pun telah dilakukan. Termaksud di
kerajaan sawitto di bawah kekuasaan addatuang sawitto La Tamma. Selain itu,
pemerintahan belanda melancarkan politik pecah belah atau adu domba di kalangan
aristokrat kerajaan sawitto dan komandan-komandan La sinrang di samping terus menerus
melancarkan operasi-operasi militer dan perang urat syaraf untuk mendudukan
perlawanan rakyat Sawitto yang dipimpin oleh La Sinrang. Sasaran utama bukan
hanya ditujukan kepada addatuang Sawitto
bersama kelompok aristokratnya, tetapi
juga ditujukan kepada komandan-komandan tempur pasukan dan buah La Sinrang
sedangkan mereka yang tidak berhasil ditangkap, tetap melanjutkan perlawanan terhadap
pasukan militer Belanda.
Namun sebelum kunci utamanya yaitu La Sinrang, Api pemberontakan rakyat
Sawitto yang dipimpin oleh La Sinrang dianggap belum berhasil oleh karena itu,
setelah berbagai cara untuk melumpuhkan perlawanan rakyat sawitto di bawah
pimpinan La Sinrang selalu mengalami kegagalan maka pada tanggal 25 juli 1906,
adattuang Sawitto latammayang sudah berusia lanjut ditangkap oleh belanda.
Ketika pemerintahan kolonial Belanda menangkap kesayangan La Sinrang
tersebut, dan disiksa serta diancam diasingkan ke daerah pembuangan yang
menyensarahkan. Oleh karena itu, maka pada akhir bulan juli 1906, La Sinrang
bersama sisa-sisa pasukannya yang berjumlah sekitar 100 orang masuk kota
pinrang untuk membebaskan Addatuang Sawitto La Tamma dan isteri La sinrang I
Makkanyuma. Pada saat itulah La Sinrang di kepung ketat dan kedua orang
kesayangannya, yang disandera dan di tahan dijadikan perisai oleh Belanda,
dengan isyarat bahwa jika La Sinrang melakukan perlawanan, maka kedua orang
kesayangannya akan dibunuh. Demi kelangsungan kerajaan sawitto dan keselamatan
rakyat banyak serta keselamatan jiwa kedua orang kesayangannya tersebut
akhirnya La Sinrang berhasil ditangkap oleh belanda. La Sinrang akhirnya di
tawan belanda, praktis perlawanan pasukan La Sinrang dengan mudah dapat di
patahkan oleh tentara belanda, apalagi setelah tertangkapnya pula teman La
Sinrang sebagai salah seorang pasukannya yaitu Uwa Dadi pada tanggal 31 juli
1906. La Sinrang di tawan oleh tentara belanda atas permintaan ayahnya sendiri.
Oleh ayah andanya dan beberapa temannya, bukan karena La Sinrang kalah perang
ataupun di tangkap oleh tentara belanda.
Tetapi sebelum La Sinrang menyerahkan diri, dia berpesan bahwa aku ( La
Sinrang ) mau menyerahkan diri kepada belanda jika peluruhku sudah habis
semuannya. Demikianlah pesan dan sekaligus janji kepada dirinya sendiri, janji
ini memang di tepati oleh La Sinrang, tepat pada peluru yang penghabisan, La
Sinrang datang menyerahkan diri. Penyerahan dirinya tidak langsug kepada
tentara belanda, akan tetapi ia datang hanya kepada ayahnya sebagai orang yang
di tempati mengikrarkan janjinya dulu.
Setelah menghadap addatuang sawitto La Temma (ayahhandanya sendiri), maka barulah
kemuadian belanda menahannya dan
mengasingkannya ke daerah tempat pembuangan yang menyensarahkan. Setelah di
tahan beberapa hari lamanya La Sinrang di kunjungi “Tuan Petoro”
(controluer). Meskipun La Sinrang dalam tawanan
keberanian La Sinrang tidak kendor sedikit pun. Suatu adegan yang
mengagumkan ketika Tuan Petoro mengulurkan tangan kepada lasinrang dengan
maksud berjabat tangan dengan tagan kiri, karena tangan kanan tetap
memengang gagang kerisnya. Peristiwa tersebut
membuat orang yang menyaksikannya merasa kagum di ikuti dengan rasa
keragu-raguan dan hati yang berdebar-debar. Pada pertemuannya antara Tuan
Petoro dengan La Sinrang tersebut Tuan Petoro mengajak La Sianrang ke makassar
dengan alasan untuk berkenalan dengan pembesar-pembesar belanda di makassar.
Ajakan tersebut di terimah oleh La Sinrang dengan syarat seluruh pasukannya
turut serta pula. Untuk itu berangkatlah
La Sinrang di antar menghadap ke
pare-pare dengan hanya mengendarai kuda turut pula dalam rombongan itu adalah
Arung Lepangeng, Arung padakkalawa, Arung Talabangi, Ajudannya sendiri yaitu La
Salatang. Di pare-pare dia diterimah oleh Tuan Obas (overste) belanda dan
semuanya di perlakukan sebagai tawanan untuk selanjutnya di bawah ke makassar
untuk di masukkan ke dalam penjarah.
Beberapa hari lamanya La sinrang dan ajudannya La Salatang berada di
makassar dalam penjara belanda. Dengan pertimbangan demi keamanan khususnya
kerajaan sawitto, maka La Sinrang dan ajudannya harus di buang ke pulau luar
sulawesi. La Sinrang kemudian di buang ke pulau jawa bersama dengan istrinya I
Makkanyuma, juga ikut di buang ajudannya sendiri (La Salatang), La Mattoliang,
I Daruma dari langnga. Mereka di tempatkan di tiga tempat yaitu bogor,bandung,
dan banyumas.
Kemudian
yang takkalah menarikya untuk dikemukakan ketika La Sinrang akan di asinkan ke
jawa, beliau berikrar “ MABUSUNGI TANAH JAWA KO NA SIPIKA”. Arti dari ikrar La
Sinrang adalah mengandung makna “kesetian dan rasa cinta pada negerinya”
sehingga beliau tidak rela mati di dalam penggasingan (di tanah jawa).
Setelah La Sinrang menjalani pahit getirnya kehidupan seorang tawanan dalam
pengasingan di daerah tempat pembuangan yang menyensarahkan atau dengan penuh
penderitaan selama tiga puluh satu tahun (31 tahun), karena sudah lanjut usia
dan dalam keadaan sakit-sakitan serta dianggap tidak berbahaya lagi bagi
kedudukan pemeritahan belanda, maka akhirnya La Sinrang di bebaskan dari
tawanan dan dikembalikan ke sawitto pada tahun 1937.
Dalamsumber lain di sebutkan bahwa
sekitar tahun 1938 La Sinrang di pulangkan ke sawitto ( pinrang), setelah
bertahun-tahun menekan dalam tahanan di tempat pembungannya, dengan menderita
penyakit yang cukup parah.konon selama ditahanan La Sinrang di beri suntikan
khusus yang mampuh melumpuhkan syaraf. Kesehatan beliau sudah semakin parah. Di samping sebahagian
anggota badannya lumpuh tak berdaya, juga beliau hanya mampu berbicara dengan
bahasa isyarat atau bisu. Belanda
mengembalikan La Sinrang dari daerah pembuangan, mungkin kesempatan
terakhir di negeri yang sejak semula dibela dan di pertahankanya. Pada tanggal
29 oktober 1938, jenaza baginda di makamkan di amassangang (terletak dipinggir
kota pinrang sekarang).
Daftar pustaka
Tim Aksara. Biografi Pahlawan Lasinrang Bakka Lolona Sawitto. Makassar : Cv
Aksara
Dr.
Bambang Sulistyo. 2007. Losara Media Informasi Sejarah Dan Budaya Sul-sel,
Sultra dan Sulbar. Makassar : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Bahri
Majid, dkk. 2005. Sejarah Perjuangan La Sinrang ( Bakka Lolona Sawitto).
Pinrang : Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pinrang, Subdian Kebudayaan.
Salam...
BalasHapusBuku ttg La Sinrangnya msh ada kk
Cari bukunya susah kk...
Kalau berkenan, mohon pentunjuknya buku ini bisa di dapat di mna kk...
Slot Machines Online Casino List for 2021
BalasHapusThere is no shortage of popular slots sites on the web 카지노사이트luckclub and many of them are online. But these slot machines are certainly the most entertaining of the Mar 24, 2020 · Uploaded by LuckyClub