Senin, 04 Januari 2016

RANGGONG DAENG ROMO

RANGGONG DAENG ROMO (1915-1947)

Siapakah ranggong dg.romo tersebut ? ranggong dg.romo adalah putra sulung dari gallarang moncokomba mangngulabba dg.makkio dan ibunya bernama bati dg.jimo. ranggong dg.romo dilahirkan pada tahun 1915 dikampung bone-bone, bate moncokomba, disterik polongbangkeng (tepatnya dikecamatan polong bangkeng selatan), daerah kabupaten takalar. Ranggong dg.romo mempunyai saudara yaitu: H. madiyah dg.memang, H. mutti dg.kebo, H. Fatimah dg.ngasih, H. makkatang dg.sibali dan mappajalling dg.lawang. gallarang moncokomba mangngulabbe adaah paman/sepupu karaeng polongbangkeng, H. pajonga dg.ngalle.
Dilihat dari segi keturunannya dia dikenal sebagai seorang bangsawan yang berasal dari golongan progresif dinamis yang tahu mengikuti keinginan dan kehendak rakyatnya. Dengan demikian ranggong dg. Romo berasal dari  keluarga bangsawan di polongbangkeng. Yang dimana kedua orang tuanya terkenal sebagai dermawan yang kaya serta dihormati dan disegani oleh masyarakatnya. Sebelum ranggong dg. Romo ada beberapa pejuang yang menentang penjajahan belanda seperti halnya Tikola dg. Malleo yang diasingkan ke aceh dan setelah dia kembali beliau mendapat julukan karaeng salamaka, Tompo dg. Buang yang diasinngkan ke bondosowo karena beliau terlibat dalam pemberontakan I Too dg. Magassing pada tahun 1915. Jadi itulah keluarga terdekat dari Ranggong dg. Romo, sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa di dalam diri beliau telah tertanan sifat-sifat kepahlawanan dan merasa benci pada setiap bentuk penjajahan.
Sejak umur 4 tahun Ranggong dg. Romo telah dimasukkan pada pondok pesantren di cikoang untuk memperoleh pendidikan agama islam. Karena kepintarannya dalam membaca Al-Quran dengan kemahiran tajwidnya sehingga apada umur 6 tahun beliau selalu di ikutsertakan pada acara tadarrusan yang sekarang lebih dikenal dengan musabaqah tilawatil al quran. Dari sinilah beliau mempunyai keyakinan bahwa dia harus bekerja keras dan tekun agar dapat tampil dimuka umum bahkan ribuan orang. Setelah tamat dari pesantren cikoang beliau kembali bersekolah di inlandschool 2e di kota Makassar, selama beliau menjalani sekolah di kota Makassar beliau menumpang kepada keluarga dekatnya yang ada di pinggir kota. Berkata ketabahan dan ketekunannya beliau dapat meneyelesaikan di inlandschool pada tahun 1929. Sebenarnya ranggong dg. Romo memenuhi syarat untuk masuk ke sekolah HIS milik belanda yang ada di Makassar, tetapi karena pendiriannya yang teguh dan tidak menyukai sekolah milik belanda beliau kemudian pindah ke sekolah partikulir (taman siswa). Pada suatu ketika ranggong dg. Romo sedang mengikuti pelajaran di sekolahnya, tiba-tiba terjadi penyerangan dari sekolah milik belanda (HIS). Ranggong dg. Romo yang pada saat itu berada di sekolah melihat langsung kejadian tersebut yang dimana sekolahnya di obrak abrik oleh murid sekolah belanda, Ranggong dg. Romo yang tidak terima atas kejadian tersebut langsung memimpin teman-temannya untuk menyerang balik. Dan pada kesempatan lain Ranggong dg. Romo beserta teman-temannya melakukan perlawanan balik kepada sekolah milik pemerintahan colonial belanda. Karena keseringan memimpin teman-temannya dalam penyerangan terhadap murid-murid sekolah HIS akhirnya orang tua Ranggong dg. Romo dipanggil oleh politie inlichting diest (PID).  Bosan dengan panggilan tersebut akhirnya orang tua Ranggong dg. Romo memberhentikan sekolah Ranggong dg. Romo setalah ia menyelesaikan pelajarannya pada sekolah nasiaonal taman siswa.
Setelah Ranggong dg. Romo kembali ke polongbangkeng dan dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, beliau mendampingi orang tuanya dalam menjalankan roda pemerintahan, serta mengurus sawah dan ladangnya. Yang dimana pada waktu itu gallarang moncokomba. Dari hasil pertanian dan peternakan inilah banyak memberika bantuan materi terhadap kehidupan perjuangan melawan belanda.
Pada usia 18 tahun Ranggong dg. Romo telah dikawinkan dengan sepupunya yang bernama Bungatubu dg. Lino, putrid gallarang bontokadatto tarasi dg. Bantang pada tahu 1933, sejak saat itu beliau membantu mertuanya yang sekaligus pamannya dalam tugas pemerintahan sebagai gallarrang bontokadatto sampai masa pendaratan jepang pada tahun 1942.

MASA PENDUDUKAN MILITER JEPANG
            Pada masa kependudukan militer jepang inilah karaeng polongbangkeng Pajonga dg. Ngalle diangkat sebagai Guncho/setingkat dengan kepala distrik pada masa belanda, anatara tahun 1942-1945. Maka dari itu beberapa pemuda dijadikan sebagai pemimpin Seinendan dan Boe Tei Santai, yang diantaranya Makkaraeng dg. Jarrung, Madina dg. Ngitung, Ranggong dg. Romo. Ranggong dg. Romo selain diangkat sebagai ketua Seinendan juga bekerja pada perseroan jepang naiyo kuhatsu kabusuki kaisha (NKK) yaitu perusahaan pembelian beras dari militer jepang di takalar sampai pada tahun 1944. Kebijaksanaan beliau selama bertugas menagani pembelian beras atau padi sangat di junjung tinggi, karena beliau tidak hanya sebagai wakil pemerintah melainkan beliau juga sebagai pemimpin masyarakat. Hal ini dibuktikan ketika jepang angkat kaki dari daerah yang di perintahnya, selain itu beliau juga mendapat dukungan besar dari masyarakat terhadap organisasi perjuangan yang dipimpinya.
            Dari tugas-tugas tersebut Ranggong dg. Romo mendapat banyak kenalan dengan perwira-perwira militer jepang dan dari situlah beliau mendapakan banyak informasi mengenai perkembangan politik dan situasi di tanah air. Sembari menjalankan tugas-tuasnya, beliau juga memperdalam ajaran agama islam terutama yang beraliran modern dan beliau juga memperdalam ilmu politik, social, budaya serta mengikuti perkembangan kebangsaan. Dari ilmu-ilmu yang di dapatnya inilah Ranggong dg. Romo mengembangkan dan mendidik pemuda-pemuda yang ada di daerahnya dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan.

PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
            Dengan terbentuknya gerkan muda bajeng pada tanggal 16 oktober1945 , yang memiliki tujuan : 1). Menyatakan bahwa daerah polongbangkeng adalah wilayah republic Indonesia, 2). Menyelenggarakan pemerintahan setempat secara darurat, sambil menunggu perintah instruksi langsung dari gubernur DR. Ratulangi, 3). Menggalang kesatuan dan persatuan dikalangan tenaga muda untuk bertindak menjaga ketertiban umum dalam daerah terutama mengawasi kaki tangan NICA.
            Gerakan muda bajeng yang dipimpin oleh Ranggong dg. Romo dan Syamsudding dg. Ngerang, berturut-turut melakukan penyerangan diantaranya pada tanggal 26 desember 1945 ke Makassar dipimpin Syamsuddin dg. Ngerang, Makkatang dg. Sibali dan didukung bekas HEIHO serta Seinenda yang kurang lebih berjumlah 500 orang pemuda/rakyat dengan sasaran tangsi KIS, tetapi dalam perjalanannya mereka bertemu dengan petrol KNIL di pinggiran kota (blangbaru) sehingga terjadilah pertempuran yang akhirnya pasukan KNIL mengundurkan diri dan lari masuk ke kota, sehingga dua truk patrol NICA yang ditinggalkannya dihancurkan. Selanjutnya pada tahun 1946 tepatnya pada 7 januari terjadilah pertempuran di pihak GMB, dua orang gugur sedangkan pada pihak musuh tidak ada korban. Pemimpinnya adalah Makkaraeng dg. Manjarungi. Kemudian pada tanggal 19 februari pasukan NICA kembali mengadakan penyerangan ke polongbangkeng dengan sasaran pertahanan GMB, kali ini kepemimpinan dibawah Pajonga dg. Ngalle karaeng polongbangkeng yang berhasil memukul mundur pasukan NICA.
            Serangan yang dua kali berturut-turut itu membuat Ranggong dg. Romo menyerang papa-takalar dengan kuota 100 orang. Selain di papa, Ranggong dg. Romo juga menyerang bonto cende, malaka dan palleko. Pada 1 maret 1946 Ranggong dg. Romo kembali memimpin penyerangan di paririsi yang menewaskan 20 orang. Penyerangan Ranggong dg. Romo terjadi dan terus terjadi hingga tiba pada suatu ketika di rubahnya nama organisasi GMB menjadi lipang bajeng, dan ini ide dari Ranggong dg. Romo sendiri yang merasa bahwa wadsah GMB tidak lagi memadai perjuangan bersenjata karena sebagaian tokohnya telah tertawan seperti, H. Madiana dg. Ngitung, Fachruddin dg. Romo dan Syamsuddin dg. Ngerang.
             Beradasarkan pertimbangan tersebut maka pada tanggal 2 april 1946 di bentuklah kelaskaran lipang bajeng yaitu lambang kerajaan anak bajeng. Jumlah anggota lipang bajeng tercatat 57.329 orang yang tersebar dibeberapa kubu pertahanan seperti gowa, jeneponto, takalar, dan kota Makassar dengan pusat markasnya di polongbangkeng. Setelah pembentukannya lascar lipang bajeng tidak henti-hentinya mendapat tekanan berat dari NICA. Mulai dari gowa, saluki, baba,bananneng dan bangkala. Selama bulan juni tersebut selalu terjadi kontak senjata antar musuh di parambangan dan moncong.

KONSOLIDASI KELASKARAN DI SULAWESI SELATAN
            Konsilidasi ini dilakukan guna memantapkan kelaskaran yang ada di Sulawesi selatan, dan dari konsilidasi inilah di siapkan suatu upacara pada tanggal 17 juli 1945 jam 09.00. sambil meresmikan berdirinya laskar pemberontakan Indonesia di Sulawesi selatan (LAPRIS) dengan pengurusnya Pajonga dg. Ngalle, wakil ketua Makkaraeng dg. Majarungi, sekretaris R.W Mnginsidi, wakil ketuanya Ranggong dg. Romo dan R. Endang, serta sekretarisnya Baso lanto.
            Maka pada tanggal 27 september 1946 di adakanlah rapat untuk membentuk markas besar lapris, dimana yang bertugas mengorganisasikan aksi perjuangan dan kepahlawanan terhadap NICA adalah Ranggong dg. Romo, R.W Monginsidi, Aminuddin mukhlis, surataman dan ongge. Selain memimpin LAPRIS untuk menyerang NICA Ranggong dg. Romo juga melumpukan ruang bgerak lalu lintas musuh yang ada di takalar. Dan serangan yang terus menerus dilakukan pasukan yang di koordinasikan lewat LAPRIS yang ada di daerah polongbangkeng, kota Makassar serta daerah-daerah lain di Sulawesi selatan. Atas situasi tersebut maka tanggal 11 desember 1946 belanda mengeluarkan pengumuman berlakunya S.O.B yakni pernyataan keadaan darurat perang.

PERJUANGAN BERAKHIR
            Dengan diadakannya konverensi pembentukan devisi Hasanuddin yang di hadiri pimpinan kelaskaran se- Sulawesi selatan, yang dikenal sebagai “konverensi paccekke” pada 20 januari 1947, maka Ranggong dg. Romo sebagai panglima LAPRIS mengeluarkan intruksi untuk melancarkan perlawanan umum terhadap belanda/NICA.

            Hasil adri konverensi paccekke yaitu :
1.      Dibentuk satuan devisi TRI di Sulawesi selatan dan tenggara. Devisi ini terdiri tiga resimen, setiap resimen membawahi daerah pertahanan, yang etrdiri dari daerah afdeling pare-pare, Makassar, dan palopo.
2.      Sebagai panglima devisi diangkat andi Abdullah bau massepe secara in absentia dengan pangkat letnan jendral.
3.      Mayor andi mattalatta diangkat menjadi kepala wakil komandan divisi dan kepala staf mayor M. saleh lahade.
4.      Dibidang operasi, konverensi memutuskan akan merencanakan serangan umum pada tanggal 2 februari 1947 gerakan berupa pengacauan, sabotase, dan serangan pendadakan terhadap semua kedudukan belanda, sebagai jawaban terhadap westerling.

Sebelum Ranggong dg. Romo gugur di medan perang di tempat persembunyiannya gunung lenggese, beliau masih sempat memerintahkan kepada komandan bawahannya M. Djalal dg. Nai dan kawan-kawan untuk menyelamatkan pasukannya dari pasukan musuh.

Alasan Ranggong dg. Romo di jadikan jalan di kota Makassar karena beliau sangat berpengaruh khususnya di polongbangkeng itu sendiri. Beliau juga terkenal karena memimpin lapris serta sikapnya yang sangat ramah dan di segani banyak masyarakat. Maka dari itu untuk mengenang nama beliau maka namanya dijadikan jalan di kota Makassar, tepatnya di bagian somba opu sekitaran pantai losari.

Daftar pustaka

Amir Muhammad, Arfah Muhammad, Arifah St, Kila syahrir, Faisal, Rahim Abdul. 2008. PAHLAWAN NASIONAL DARI SULAWESI SELATAN. Makassar. Dinas kebudayaan dan parawisata propinsi Sulawesi selatan.
Asis abdul, D umar. 2002. Beletin “BOSARA”. Makassar. Balai kajian sejarah dan nilai tradisional.
Putaka timur. 2009. PAHLAWAN INDONESIA. Yogyakarta. Pustaka timur.

Rizal hannabi, Tika zainuddin, Syam ridwan. Profil raja dan pejuang Sulawesi selatan 1. Makassar. Refleksi.

1 komentar:

  1. In February 1947 Daeng Romo died in a battle with a platoon led by KNIL officer van Dijken, who kept as a memory the personal 'badek' from Daeng Romo.
    Van Dijken passed away 3 June 2016 and has expressed the wish to return the 'badek' to Daeng Romo's heirs.
    Van Dijken's son did not hand over the 'badek' to fullfill that wish from his father.

    BalasHapus