RANGGONG
DAENG ROMO (1915-1947)
Siapakah
ranggong dg.romo tersebut ? ranggong dg.romo adalah putra sulung dari gallarang
moncokomba mangngulabba dg.makkio dan ibunya bernama bati dg.jimo. ranggong
dg.romo dilahirkan pada tahun 1915 dikampung bone-bone, bate moncokomba,
disterik polongbangkeng (tepatnya dikecamatan polong bangkeng selatan), daerah
kabupaten takalar. Ranggong dg.romo mempunyai saudara yaitu: H. madiyah
dg.memang, H. mutti dg.kebo, H. Fatimah dg.ngasih, H. makkatang dg.sibali dan
mappajalling dg.lawang. gallarang moncokomba mangngulabbe adaah paman/sepupu
karaeng polongbangkeng, H. pajonga dg.ngalle.
Dilihat
dari segi keturunannya dia dikenal sebagai seorang bangsawan yang berasal dari
golongan progresif dinamis yang tahu mengikuti keinginan dan kehendak
rakyatnya. Dengan demikian ranggong dg. Romo berasal dari keluarga bangsawan di polongbangkeng. Yang
dimana kedua orang tuanya terkenal sebagai dermawan yang kaya serta dihormati
dan disegani oleh masyarakatnya. Sebelum ranggong dg. Romo ada beberapa pejuang
yang menentang penjajahan belanda seperti halnya Tikola dg. Malleo yang
diasingkan ke aceh dan setelah dia kembali beliau mendapat julukan karaeng
salamaka, Tompo dg. Buang yang diasinngkan ke bondosowo karena beliau terlibat
dalam pemberontakan I Too dg. Magassing pada tahun 1915. Jadi itulah keluarga
terdekat dari Ranggong dg. Romo, sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa di
dalam diri beliau telah tertanan sifat-sifat kepahlawanan dan merasa benci pada
setiap bentuk penjajahan.
Sejak
umur 4 tahun Ranggong dg. Romo telah dimasukkan pada pondok pesantren di
cikoang untuk memperoleh pendidikan agama islam. Karena kepintarannya dalam
membaca Al-Quran dengan kemahiran tajwidnya sehingga apada umur 6 tahun beliau
selalu di ikutsertakan pada acara tadarrusan yang sekarang lebih dikenal dengan
musabaqah tilawatil al quran. Dari sinilah beliau mempunyai keyakinan bahwa dia
harus bekerja keras dan tekun agar dapat tampil dimuka umum bahkan ribuan
orang. Setelah tamat dari pesantren cikoang beliau kembali bersekolah di
inlandschool 2e di kota Makassar, selama beliau menjalani sekolah di kota
Makassar beliau menumpang kepada keluarga dekatnya yang ada di pinggir kota. Berkata
ketabahan dan ketekunannya beliau dapat meneyelesaikan di inlandschool pada
tahun 1929. Sebenarnya ranggong dg. Romo memenuhi syarat untuk masuk ke sekolah
HIS milik belanda yang ada di Makassar, tetapi karena pendiriannya yang teguh
dan tidak menyukai sekolah milik belanda beliau kemudian pindah ke sekolah
partikulir (taman siswa). Pada suatu ketika ranggong dg. Romo sedang mengikuti
pelajaran di sekolahnya, tiba-tiba terjadi penyerangan dari sekolah milik
belanda (HIS). Ranggong dg. Romo yang pada saat itu berada di sekolah melihat
langsung kejadian tersebut yang dimana sekolahnya di obrak abrik oleh murid
sekolah belanda, Ranggong dg. Romo yang tidak terima atas kejadian tersebut
langsung memimpin teman-temannya untuk menyerang balik. Dan pada kesempatan
lain Ranggong dg. Romo beserta teman-temannya melakukan perlawanan balik kepada
sekolah milik pemerintahan colonial belanda. Karena keseringan memimpin
teman-temannya dalam penyerangan terhadap murid-murid sekolah HIS akhirnya
orang tua Ranggong dg. Romo dipanggil oleh politie inlichting diest (PID). Bosan dengan panggilan tersebut akhirnya
orang tua Ranggong dg. Romo memberhentikan sekolah Ranggong dg. Romo setalah ia
menyelesaikan pelajarannya pada sekolah nasiaonal taman siswa.
Setelah
Ranggong dg. Romo kembali ke polongbangkeng dan dengan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya, beliau mendampingi orang tuanya dalam menjalankan roda pemerintahan,
serta mengurus sawah dan ladangnya. Yang dimana pada waktu itu gallarang
moncokomba. Dari hasil pertanian dan peternakan inilah banyak memberika bantuan
materi terhadap kehidupan perjuangan melawan belanda.
Pada
usia 18 tahun Ranggong dg. Romo telah dikawinkan dengan sepupunya yang bernama
Bungatubu dg. Lino, putrid gallarang bontokadatto tarasi dg. Bantang pada tahu
1933, sejak saat itu beliau membantu mertuanya yang sekaligus pamannya dalam
tugas pemerintahan sebagai gallarrang bontokadatto sampai masa pendaratan
jepang pada tahun 1942.
MASA PENDUDUKAN MILITER JEPANG
Pada
masa kependudukan militer jepang inilah karaeng polongbangkeng Pajonga dg.
Ngalle diangkat sebagai Guncho/setingkat dengan kepala distrik pada masa
belanda, anatara tahun 1942-1945. Maka dari itu beberapa pemuda dijadikan
sebagai pemimpin Seinendan dan Boe Tei Santai, yang diantaranya Makkaraeng dg.
Jarrung, Madina dg. Ngitung, Ranggong dg. Romo. Ranggong dg. Romo selain
diangkat sebagai ketua Seinendan juga bekerja pada perseroan jepang naiyo
kuhatsu kabusuki kaisha (NKK) yaitu perusahaan pembelian beras dari militer
jepang di takalar sampai pada tahun 1944. Kebijaksanaan beliau selama bertugas
menagani pembelian beras atau padi sangat di junjung tinggi, karena beliau
tidak hanya sebagai wakil pemerintah melainkan beliau juga sebagai pemimpin
masyarakat. Hal ini dibuktikan ketika jepang angkat kaki dari daerah yang di
perintahnya, selain itu beliau juga mendapat dukungan besar dari masyarakat
terhadap organisasi perjuangan yang dipimpinya.
Dari
tugas-tugas tersebut Ranggong dg. Romo mendapat banyak kenalan dengan
perwira-perwira militer jepang dan dari situlah beliau mendapakan banyak
informasi mengenai perkembangan politik dan situasi di tanah air. Sembari
menjalankan tugas-tuasnya, beliau juga memperdalam ajaran agama islam terutama
yang beraliran modern dan beliau juga memperdalam ilmu politik, social, budaya
serta mengikuti perkembangan kebangsaan. Dari ilmu-ilmu yang di dapatnya inilah
Ranggong dg. Romo mengembangkan dan mendidik pemuda-pemuda yang ada di
daerahnya dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan.
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
Dengan
terbentuknya gerkan muda bajeng pada tanggal 16 oktober1945 , yang memiliki
tujuan : 1). Menyatakan bahwa daerah polongbangkeng adalah wilayah republic
Indonesia, 2). Menyelenggarakan pemerintahan setempat secara darurat, sambil
menunggu perintah instruksi langsung dari gubernur DR. Ratulangi, 3).
Menggalang kesatuan dan persatuan dikalangan tenaga muda untuk bertindak
menjaga ketertiban umum dalam daerah terutama mengawasi kaki tangan NICA.
Gerakan
muda bajeng yang dipimpin oleh Ranggong dg. Romo dan Syamsudding dg. Ngerang,
berturut-turut melakukan penyerangan diantaranya pada tanggal 26 desember 1945
ke Makassar dipimpin Syamsuddin dg. Ngerang, Makkatang dg. Sibali dan didukung
bekas HEIHO serta Seinenda yang kurang lebih berjumlah 500 orang pemuda/rakyat
dengan sasaran tangsi KIS, tetapi dalam perjalanannya mereka bertemu dengan
petrol KNIL di pinggiran kota (blangbaru) sehingga terjadilah pertempuran yang
akhirnya pasukan KNIL mengundurkan diri dan lari masuk ke kota, sehingga dua
truk patrol NICA yang ditinggalkannya dihancurkan. Selanjutnya pada tahun 1946
tepatnya pada 7 januari terjadilah pertempuran di pihak GMB, dua orang gugur
sedangkan pada pihak musuh tidak ada korban. Pemimpinnya adalah Makkaraeng dg.
Manjarungi. Kemudian pada tanggal 19 februari pasukan NICA kembali mengadakan
penyerangan ke polongbangkeng dengan sasaran pertahanan GMB, kali ini
kepemimpinan dibawah Pajonga dg. Ngalle karaeng polongbangkeng yang berhasil
memukul mundur pasukan NICA.
Serangan
yang dua kali berturut-turut itu membuat Ranggong dg. Romo menyerang
papa-takalar dengan kuota 100 orang. Selain di papa, Ranggong dg. Romo juga
menyerang bonto cende, malaka dan palleko. Pada 1 maret 1946 Ranggong dg. Romo
kembali memimpin penyerangan di paririsi yang menewaskan 20 orang. Penyerangan
Ranggong dg. Romo terjadi dan terus terjadi hingga tiba pada suatu ketika di
rubahnya nama organisasi GMB menjadi lipang bajeng, dan ini ide dari Ranggong
dg. Romo sendiri yang merasa bahwa wadsah GMB tidak lagi memadai perjuangan
bersenjata karena sebagaian tokohnya telah tertawan seperti, H. Madiana dg.
Ngitung, Fachruddin dg. Romo dan Syamsuddin dg. Ngerang.
Beradasarkan pertimbangan tersebut maka pada
tanggal 2 april 1946 di bentuklah kelaskaran lipang bajeng yaitu lambang
kerajaan anak bajeng. Jumlah anggota lipang bajeng tercatat 57.329 orang yang
tersebar dibeberapa kubu pertahanan seperti gowa, jeneponto, takalar, dan kota
Makassar dengan pusat markasnya di polongbangkeng. Setelah pembentukannya lascar
lipang bajeng tidak henti-hentinya mendapat tekanan berat dari NICA. Mulai dari
gowa, saluki, baba,bananneng dan bangkala. Selama bulan juni tersebut selalu terjadi
kontak senjata antar musuh di parambangan dan moncong.
KONSOLIDASI KELASKARAN DI SULAWESI
SELATAN
Konsilidasi
ini dilakukan guna memantapkan kelaskaran yang ada di Sulawesi selatan, dan
dari konsilidasi inilah di siapkan suatu upacara pada tanggal 17 juli 1945 jam
09.00. sambil meresmikan berdirinya laskar pemberontakan Indonesia di Sulawesi
selatan (LAPRIS) dengan pengurusnya Pajonga dg. Ngalle, wakil ketua Makkaraeng
dg. Majarungi, sekretaris R.W Mnginsidi, wakil ketuanya Ranggong dg. Romo dan R.
Endang, serta sekretarisnya Baso lanto.
Maka
pada tanggal 27 september 1946 di adakanlah rapat untuk membentuk markas besar
lapris, dimana yang bertugas mengorganisasikan aksi perjuangan dan kepahlawanan
terhadap NICA adalah Ranggong dg. Romo, R.W Monginsidi, Aminuddin mukhlis,
surataman dan ongge. Selain memimpin LAPRIS untuk menyerang NICA Ranggong dg.
Romo juga melumpukan ruang bgerak lalu lintas musuh yang ada di takalar. Dan
serangan yang terus menerus dilakukan pasukan yang di koordinasikan lewat LAPRIS
yang ada di daerah polongbangkeng, kota Makassar serta daerah-daerah lain di
Sulawesi selatan. Atas situasi tersebut maka tanggal 11 desember 1946 belanda
mengeluarkan pengumuman berlakunya S.O.B yakni pernyataan keadaan darurat
perang.
PERJUANGAN BERAKHIR
Dengan
diadakannya konverensi pembentukan devisi Hasanuddin yang di hadiri pimpinan
kelaskaran se- Sulawesi selatan, yang dikenal sebagai “konverensi paccekke”
pada 20 januari 1947, maka Ranggong dg. Romo sebagai panglima LAPRIS
mengeluarkan intruksi untuk melancarkan perlawanan umum terhadap belanda/NICA.
Hasil adri konverensi paccekke yaitu
:
1. Dibentuk
satuan devisi TRI di Sulawesi selatan dan tenggara. Devisi ini terdiri tiga
resimen, setiap resimen membawahi daerah pertahanan, yang etrdiri dari daerah
afdeling pare-pare, Makassar, dan palopo.
2. Sebagai
panglima devisi diangkat andi Abdullah bau massepe secara in absentia dengan
pangkat letnan jendral.
3. Mayor
andi mattalatta diangkat menjadi kepala wakil komandan divisi dan kepala staf
mayor M. saleh lahade.
4. Dibidang
operasi, konverensi memutuskan akan merencanakan serangan umum pada tanggal 2
februari 1947 gerakan berupa pengacauan, sabotase, dan serangan pendadakan
terhadap semua kedudukan belanda, sebagai jawaban terhadap westerling.
Sebelum
Ranggong dg. Romo gugur di medan perang di tempat persembunyiannya gunung
lenggese, beliau masih sempat memerintahkan kepada komandan bawahannya M.
Djalal dg. Nai dan kawan-kawan untuk menyelamatkan pasukannya dari pasukan
musuh.
Alasan
Ranggong dg. Romo di jadikan jalan di kota Makassar karena beliau sangat
berpengaruh khususnya di polongbangkeng itu sendiri. Beliau juga terkenal
karena memimpin lapris serta sikapnya yang sangat ramah dan di segani banyak
masyarakat. Maka dari itu untuk mengenang nama beliau maka namanya dijadikan
jalan di kota Makassar, tepatnya di bagian somba opu sekitaran pantai losari.
Daftar
pustaka
Amir
Muhammad, Arfah Muhammad, Arifah St, Kila syahrir, Faisal, Rahim Abdul. 2008.
PAHLAWAN NASIONAL DARI SULAWESI SELATAN. Makassar. Dinas kebudayaan dan
parawisata propinsi Sulawesi selatan.
Asis
abdul, D umar. 2002. Beletin “BOSARA”. Makassar. Balai kajian sejarah dan nilai
tradisional.
Putaka
timur. 2009. PAHLAWAN INDONESIA. Yogyakarta. Pustaka timur.
Rizal
hannabi, Tika zainuddin, Syam ridwan. Profil raja dan pejuang Sulawesi selatan
1. Makassar. Refleksi.
In February 1947 Daeng Romo died in a battle with a platoon led by KNIL officer van Dijken, who kept as a memory the personal 'badek' from Daeng Romo.
BalasHapusVan Dijken passed away 3 June 2016 and has expressed the wish to return the 'badek' to Daeng Romo's heirs.
Van Dijken's son did not hand over the 'badek' to fullfill that wish from his father.